Gamelan Bali Iringi Perayaan Imlek di Buleleng - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

2/5/19

Gamelan Bali Iringi Perayaan Imlek di Buleleng


Buleleng, Dewata News. Com — Seperti tahun-tahun sebelumnya, pada perayaan Tahun Baru Imlek 2570 kali ini, tetabuhan gong gamelan Bali masih tetap mengiringi persembahyangan umat Tionghoa di Kelenteng atau Tempat Ibadah Tri Dharma (TITD) Ling Gwan Kiong yang berlokasi di Eks Pelabuhan Buleleng, Singaraja. Persembahyangan juga dilakukan di Kelenteng Seng Hong Bio di Kelurahan Kampung Baru, Kecamatan Buleleng, sejak Selasa (05/02) dini hari. 
"Persembahyangan Imlek diiringi gamelan Bali rutin dilakukan setiap tahun dan sudah turun temurun berlangsung di salah satu kelenteng tertua di daerah kami ini," kata Locu – Thauke TITD Ling Gwang Kiong, Thjie Pin Kwang di Singaraja, Bali.

Puncak perayaan Tahun Baru Imlek 2570 akan dilangsungkan pada Selasa (5/02) dini hari. Khusus di Kabupaten Buleleng, perayaan dipusatkan di TITD Ling Gwang Kiong.

Ling Gwan Kiong menurut cerita didirikan pada tahun 1873 Masehi oleh Dinasti Qing. Hal ini diketahui berdasarkan dari prasasti yang terpasang di dalam kelenteng yang terletak di atas  patung utama Yang Mulia Toa Kong Co Tan hu Cin Jin bertuliskan Tan Hu Cin Jin dalam aksara Tionghoa.

”Di patung tersebut dituliskan tahun pendirian kelenteng, yaitu pada tahun Tong Zhi ke 12. Kelenteng Ling Yuan Gong atau yang dalam bahasa Hokkiannya disebut Ling Gwan Kiong yang mempunyai arti: Ling berarti Sakti, Yuan (Gwan) berarti Sumber dan Gong (Kiong) yang berarti Istana. Jadi, arti dari Kelenteng Ling Yuan Gong atau Ling Gwan Kiong adalah Istana Sumber Sakti. Dewa pujaan yang utama dipuja di Kelenteng Ling Gwan Kiong, yaitu Dewa Tan Hu Cin Jin (Chen Fu Zhen-ren) yang berarti orang sakti dari marga Tan atau Chen,”

Terkait setiap perayaan Tahun Baru Imlek diiringi tetabuhan gamelan gong Bali, disebutkan, sebagai akulturasi budaya antara Bali dan Tionghoa melahirkan rasa solidarisme antarsesama umat di daerah itu, terlebih beberapa kalangan penabuh (pemain) gamelan berasal dari masyarakat Hindu Bali.

"Kami menilai ini sebagai suatu akulturasi budaya yang begitu indah, terlebih lagi di Bali sebagai daerah tujuan wisata yang dikenal dengan budayanya yang sangat adiluhung," kata dia.

Lebih lanjut, ia memaparkan, wujud akulturasi budaya itu juga sebagai wujud nyata kebijaksanaan para leluhur Tionghoa yang membawa kepercayaannya dengan tetap memakai tradisi lokal (local wisdom) yang ada di Pulau Dewata.

"Kebudayaan Tionghoa sudah ada sekitar abad ke-11 masehi atau sekitar seribu tahun silam sejak zaman Raja Jaya Pangus pernah berkuasa di daratan Bali," tambahnya.

Selain itu, ia menambahkan, akulturasi budaya antara Bali dan Tionghoa juga tercermin dari banyaknya umat Hindu Bali ikut melakukan aktivitas persembahyangan di beberapa kelenteng dan vihara di daerah itu. "Beberapa umat lintas agama saat ini masih memadati tempat persembahyangan Tri Dharma," imbuhnya.

Sementara itu, kata dia, ribuan warga keturunan Tionghoa di Buleleng melakukan Tie Sek ~ Sembahyang tutup tahun pada (04/02) malam dengan mendatangi klenteng untuk memohon keselamatan dan kesejahteran di tahun baru pada "shio babi".

"Warga sejak malam sudah melakukan persembahyangan ke kelenteng atau vihara, dengan membawa dupa dan perlengkapan lainnya. Perayaan tahun baru Imlek tersebut adalah dirayakan semua umat di dunia dari keturunan Tionghoa. Jadi dalam perayaan ini tidak ada batas dalam kepercayaan (agama)," ujarnya. (DN ~ TiR).—

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com