Buleleng,
Dewata News.com — Ratusan krama Desa Adat Pakraman Tukadmungga,
Buleleng melaksanakan Pecaruan Megebeg-gebegan
di perempatan desa, Selasa (08/03) pukul 18.00 Wita. Mereka berebut tulang
belulang dan daging sapi utuh setelah dipotong.
Kelian Desa Pakraman Tukadmungga, Ketut Wicana mengatakan, Pecaruan Megebeg-gebegan adalah sebuah tradisi yang dilaksanakan krama desa yang berasal dari delapan banjar adat di Tukadmungga dengan memperebutkan bagian dari sapi yang telah dipotong. Sapi yang telah dipotong itu sebelumnya telah dikuliti terlebih dahulu dan diambil daging maupun organ bagian tubuhnya untuk olahan makanan.
Sementara bagian keempat kaki dan kepala dibiarkan utuh. Tulang belulang
dan bagian keempat kaki serta kepala sapi itulah yang diperebutkan krama saat Megebeg-gebegan.
Tradisi ini dilaksanakan dalam rangka tawur kesanga Hari Raya Nyepi Caka 1938. Tujuannya supaya krama desa saling menyama braya atau saling bertemu antara krama agar saling mengenal lebih dekat.
Pagi harinya saat Tilem sasih Kesanga diawali terlebih dahulu dengan mepepada. Dilanjutkan mengolah makanan yang juga berbahan daging sapi sperti sate lilit, lawar dan sebagainya. Pukul 16.00 Wita, seluruh parjuru berkumpul untuk mempersiapkan sarana Pecaruan Megebeg-gebegan itu.
Sapi yang dijadikan sarana Megebeg-gebegan ini merupakan sapi betina yang sudah bertanduk dan belum dikebiri serta tidak cacat. Sapi itu dibeli dari iuran krama desa.
“Bagi krama yang mendapatkan bagian dari sapi itu merupakan hak pribadi dan selanjutnya dibawa pulang untuk diolah sebagai masakan. Sedangkan belulang yang masih tersisa setelah Megebeg-gebegan dimasal anak-anak muda, kalau ingin menikmati, mereka berkumpul untuk menikmati bersam-sama,” ujarnya.
Megebeg-gebegan ini telah dilakukan krama desa Tukadmungga setiap tahunnya, sehari sebelum Nyepi secara turun menurun dari para leluhurnya. Konon ketika itu, Desa Tukadmungga diserang hama tikus yang sangat banyak. Para leluhur ketika itu memanfaatkan jangkrik untuk melawan tikus.
“Supaya jangkriknya kuat saat diadu dengan tikus, dilakukan Pecaruan Megebeg-gebegan setiap tahunnya. Saat itu yang punya jangkrik mencari lidah sapi dan itupun harus menggigit lidah sapi. Kemudian lidah sapi itu diolah untuk dijadikan bumbu makanan jangkrik agar kuat melawan tikus,” katanya. (DN ~ TiR).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com