”Tawur Kesanga” Tak Bisa Digeser? - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

1/26/16

”Tawur Kesanga” Tak Bisa Digeser?


                                      I Gede Marayana                                                                 Gede Marayana
Buleleng, Dewata News.com — Hasil paruman atau pertemuan Sulinggih se-Badung bersama MMDP, MADP dan Bendesa Adat se-Badung, terkait pelaksanaan Nyepi tahun Caka 1938 yang jatuh pada 9 Maret 2016 mendatang, menyatakan akan dilaksanakan berbeda.

    Perbedaan itu, di antaranya, meniadakan upacara tawur kesanga dan pemelastian yang biasa dirangkai dengan pelaksanaan Nyepi. Kedua upacara tersebut akan dilaksanakan pada Sasih Kedasa sesuai dengan isi Lontar Swamandala.

    Hal ini dikarenakan pelaksanaan Nyepi berada pada nguncal walung atau rentang waktu mulai hari Galungan 10 Pebruari (Buda Kliwon Dunggulan) sampai 16 Maret (Buda Kliwon Paang) 2016.Namun hasil paruman itu, hingga saat ini masih menunggu keputusan pasti. Pasalnya, hasil paruman ini akan disampaikan ke tingkat Provinsi Bali.

    Terkait kemungkinan peniadaan tawur kesanga jelang Nyepi itu, ditanggapi tokoh agama yang juga sekaligus pembuat kalender Bali di Buleleng, Gede Marayana.

    Menurut Marayana, pelaksanaan tawur kesanga dan Nyepi merupakan satu rangkaian dalam pelaksanaan Hari Raya Nyepi di Bali.

    Ketua Listibiya Kabupaten Buleleng ini menegaskan, pelaksanaan tawur kesanga tidak bisa digeser, dan mesti dilakukan pada Tilem Kesanga. Kalau pelaksanaan tawur itu digeser, nanti tatanan upacara Nyepi akan rancu. Kalau pemelastian itu diundur, itu sah-sah saja tergantung versi masing-masing, ini tidak masalah, tegas Marayana di Singaraja, Senin (25/01).

    Marayana mengatakan, pemahaman yang berbeda ini sudah diprediksinya sejak 2009, melalui seminar untuk menemukan satuan pendapat. Bahkan diakuinya, nguncal walung ini sempat terjadi pada 2001, 2005, dan 2009. Pada tahun 2009, sempat ini dipermasalahkan oleh pemerhati.

    ”Saat itu, karena saya mengetahui persis, kemudian saya angkat masalah ini melalui seminar. Saya mengkajinya melalui perspektif wariga dan itu sudah disepakati dengan PHDI Bali. Bahkan pada 2024 juga akan seperti ini, ada nguncal walung. Jadi, ini sudah pernah terjadi sebelumnya, ujar Marayana.

    Ia pun meminta, agar yang mengemukakan pendapat perbedaan ini, tidak mengacu pada satu lontar saja. Pasalnya, menurut dia, masih banyak lontar lainnya yang tidak memiliki makna perbedaan dari yang sesungguhnya ini.

    ”Ini harus dilakukan pembahasan lagi secara dalam. Janganlah, berpacu pada satu lontar saja. Saya tidak katakan itu salah atau bagaimana, tapi di sini hanya pemahaman saja yang berbeda, dan ini harus diluruskan secara bersama-sama melalui Paruman Agung,” tegas Gede Marayana. (DN ~ TiR).—

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com