FPMK Desak KPK Periksa Bupati Putu Agus Suradnyana - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

8/8/15

FPMK Desak KPK Periksa Bupati Putu Agus Suradnyana


Buleleng, Dewata news. Com — LSM Forum Peduli Masyarakat Kecil (FPMK) yang bermarkas di Kubutambahan, Buleleng mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk  untuk memeriksa Bupati Buleleng Putu Agus Suradnyana, terkait dugaan konspirasi serta penyalahgunaan wewenang dalam kasus penyerobotan tanah seluas 45 hektare milik para petani di Batuampar, Kecamatan Gerokgak, Buleleng, Bali.

     Ketua Dewan Pembina LSM FPMK Buleleng, Gede Suardana mengatakan, kuat dugaan ada konspirasi serta penyalahgunaan wewenang dalam kasus tanah milik petani di Batuampar, karena kebijakan Bupati Suradnyana, justru tak sejalan dengan kebijakan dua bupati Buleleng terdahulu.

    ”Patut dicurigai ada konspirasi besar dalam kasus tanah di Batuampar. Di sana juga patut diduga telah terjadi penyalahgunaan wewenang oleh bupati. Karena itu, agar kasus ini tidak terus liar, kami mendesak KPK segera memeriksa Bupati Suradnyana,” tandasnya.

     Menurut Suardana, dugaan adanya konspirasi dan penyalahgunaan wewenang ini menguat, lantaran Bupati Suradnyana masih ngotot mengklaim tanah milik petani di Batuampar sebagai aset Pemkab Buleleng. Padahal, dua pemimpin sebelumnya di Buleleng, masing-masing Bupati Wirata Sindhu dan Bupati Putu Bagiada, dalam pernyataan dan kebijakannya secara tidak langsung menegaskan, lahan yang kini berpolemik itu adalah milik warga.

     Mantan Bupati Wirata Sindhu misalnya, kata dia, pernah menegaskan bahwa tanah itu telantar. ”Disebut telantar, karena HGB atas HPL yang tak ada aslinya itu, tidak dimanfaatkan investor,” jelas Gede Suardana.

     Begitu juga mantan Bupati Putu Bagiada pada tahun 2008 mengeluarkan rekomendasi kepada masyarakat untuk mengurus sertifikat. ”Jadi dari berbagai data ini, jelas bahwa tanah di Batuampar yang sedang dipolemikkan itu adalah milik warga,” ujarnya.

    Selain itu, dokumen berupa hak pengelolaan (HPL) Nomor 1 Tahun 1976 yang dijadikan dasar hukum oleh Pemkab Buleleng untuk mengklaim tanah di Batuampar, justru hanya berupa fotokopian. Dokumen asli HPL tersebut justru nihil.

    ”Baik HPL maupun warkah sebagaimana diklaim Pemkab Buleleng, justru tidak ada. Kita telusuri di Jakarta, tidak ditemukan dokumen itu. Apalagi di Kanwil BPN Bali, tidak ada HPL dan bukti penyerahan tanah serta warkah juga tidak ada,” tegasnya.

    Atas berbagai kejanggalan ini, Suardana tak ragu menilai ada permainan atau konspirasi besar yang dilakukan Pemkab Buleleng, termasuk Bupati Suradnyana dalam kasus tanah Batuampar. ”Mungkin karena tanahnya luas,” imbuhnya.

     Suardana juga mempertanyakan sikap Bupati Suradnyana yang justru ngotot memberikan ruang lagi kepada investor dan di sisi lain tidak berpihak kepada warganya sendiri.

   ”Sikap bupati ini patut dipertanyakan. Sebab, data yang dimiliki masyarakat, para petani justru memiliki surat kepemilikan sementara tahun 1959 dan izin dari Kemendagri tahun 1982 untuk menggarap tanah tersebut,” paparnya semangat.

    Suardana berpandangan, dengan dokumen ini maka sangat aneh ketika Pemkab Buleleng menerbitkan HPL pada tahun 1976. ”Kalau HPL itu benar, kenapa Kemendagri masih terbitkan SK tahun 1982? Di samping itu, HPL yang diterbitkan Pemkab Buleleng tidak ada dokumen aslinya,” tegas Suardana. (DN ~ TiR).

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com