![]() |
Desa Bulian, desa tua yang diduga lebih dulu ada dibandingkan Kerajaan Kutai
|
Buleleng,
Dewata News — Suatu hal yang
biasa, jika Bali dikenal dengan keagungan budaya dan keindahan alamnya. Namun
bagaimana halnya jika Bali, tepatnya di Desa Bulian dikatakan sebagai awal mula
berkembangnya Kerajaan Hindu pertama di Nusantara?
Bulian adalah salah satu desa tua di Bali, berada di Kecamatan
Kubutambahan, Kabupaten Buleleng. Desa Bulian memang tidak terlalu dikenal,
namun menyimpan banyak peninggalan bersejarah dan juga memililki keunikan yang
tidak dimiliki oleh desa-desa lainnya di Bali.
Desa Bulian memiliki 33 pura yang tersebar di setiap penjuru mata angin.
Suatu hal yang unik untuk ukuran sebuah desa bukan? Pura-pura di Desa
Bulian juga memiliki nilai sejarah masa lampau, hal ini dikarenakan pura-pura
tersebut diketahui sudah ada sejak dulu dan tidak pernah mengalami perubahan,
baik struktur maupun tata letaknya. Desa Bulian melahirkan sosok budayawan, bahkan bisa disebut Bagawan Lontar I Ketut Suwidja yang pertama memimpin Gedong Kirtya sebagai "museum lontar dunia" di Singaraja.
Di Desa Bulian juga ditemukan peninggalan sejarah berupa prasasti.
Peneliti dari Balai Arkeologi Denpasar, I Gusti Made Suarbawa, menerangkan
berdasarkan catatan pribadi Dr. Goris prasasti-prasati tersebut berupa
lempengan tembaga, yaitu Prasasti Bulian A, Tahun 1103 Caka (1181 M) dan
Prasasti Bulian B, Tahun 1182 Caka (1260 M). Prasasti-prasati itu sendiri
berstana di Pura Jurang Pingit. Namun sayang, menurut masyarakat setempat untuk
bisa melihatnya harus melalui prosesi ritual yang besar.
Pada tahun 1990 Bulian pernah diteliti oleh Balai Arkaelogi dan
diperkirakan di desa ini pernah berkembang sebuah kerajaan Hindu di sekitar
abad ke 3M. Ini menunjukan bahwa kerajaan tersebut ternyata lebih dulu ada
dibandingkan Kerajaan Kutai yang berkembang di sekitar abad ke 4 M.
”Hal ini disampaikan sendiri oleh Bapak Purusha Mahawinanata, Kepala
Balai Arkeologi Denpasar kepada saya”, ungkap I Gede Suardana Putra,
Mantan Kepala Desa Bulian (1998- 2006). Menurut Purusha Mahawinanata,
dugaan kuatnya muncul dengan adanya sebuah bajra yang ujungnya berupa cakra dan
terbuat dari emas murni.
Dalam penelusuran sejarah Desa Bulian, disamping didasarkan pada
bukti-bukti tertulis yang outentik, juga berdasarkan pada sumber yang merupakan
kajian dari sosiocultural dari masyarakat serta peristiwa-peristiwa sejarah
yang dikemas dalam bentuk mitos yang bersifat mistis relligius.
Adapun mitos tentang Desa Bulian yang berkembang adalah terkait dengan
kedatangan seorang tokoh yang bernama Tabanendra Warmadewa, putra dari Cri
Kecari Warmadewa. Setelah beliau mengundurkan diri dari jabatannya sebagai
seorang raja, beliau memutuskan untuk melakukan pengembaraan sambil mengamalkan
ilmunya ke Bali utara. Di daerah-daerah yang dilalui dan dianggap penting
dilakukan pembukaan hutan. Sehubungan dengan hal itulah kemudian beliau membuka
hutan dan membangun Desa Banyubuah dan indrapura (Depeha).
![]() |
| Persembahyangan Galungan di Pura Dadia Shri Karang Buncing, Desa Bulian,Bali |
Kemudian seorang raja keturunan Warmadewa berikutnya abhiseka Raja Hyang
Ning Yang Adi Dewa Lencana yang oleh Dr Gorris dalam buku berjudul Sejarah Bali
Kuna dijelaskan bahwa beliau merupakan jungjungan satungkeb Bali Dwipa, yakni
Raja Bali yang XIX menurut tatanan raja-raja Bali kuna, beliau juga
mengundurkan diri ke Banyubuah. Pada saat itu ditepi barat Desa Banyubuah
berbatasan dengan Desa Bengkala oleh beliau didirikan sebuah anak desa yang
dinamakan Bulihan yang merupakan benteng pertahanan yang kemudian menjadi pusat
desa Bulian dengan Banyubuah sebagai salah satu wilayah Banjar Dinas yang ada
didalamnya.
Tempat Pertapaan di Banyubuah-Bulian terletak di sebuah jurang sungai
berhutan lebat yang disebut Pura Gde atau Pura Hyang Pingit. Daerah hutan
dengan luas lebih dari 1 hektar ini merupakan kawasan suci yang begitu
disakralkan dan selayaknya menjadi Kahyangan bagi seluruh umat Hindu di pulau
Bali. Jadi jelaslah bahwa Banyubuah Bulian telah berdiri sekitar tahun 965 caka
oleh Tabanendra Warmadewa yang fungsinya sebagai benteng pertahanan dan tampat
untuk mengundurkan diri atau melakukan tapa brata.
Nama Bulian berasal dari kata ”Bulihan” yang dapat berasal dari akar
kata ”Bulih”, berarti bibit padi, yang mendapat akhiran kata an. Makna kata ini
didukung oleh tatanan parahyangan desa yang ada yakni: adanya 2 (dua) pura
sungsungan subak yaitu: Pura Yeh Basang dan Pura Lodguwuh, serta adanya
pelinggih yang sangat penting di Pura Banua yaitu Pelinggih Ratu Ayu Mas Kereb
Sari, pengayom sari satungkeb jagat Buleleng. Dari pengertian kata Bulian =
bibit padi, mengisyaratkan bahwa wilayah Bulihan dahulu merupakan daerah bagian
kerajaan yang sangat subur dan terkenal dengan hasil buminya, sehingga
disebut pula dengan sebutan ”Gunung Sari”.
Hal ini diperkuat oleh beberapa lontar yakni: Lontar Tingkahing Mungkah
Parhyangan, Sangkul Pinge dan Lontar Kusumadewa. Berikut ini beberapa petikan
bunyi Lontar diatas :
1.Lontar Kusumadewa Kirtya 1804: ”pemayuhe
wawengkon Buleleng, ika malih kebayuh Gedong Sari, Tumpang ro, Pelinggih Ida
Bhatara Ratu Ayu Mas Kereb Sari, saking Gunung Sari, ngaran Bulian.
2.Lontar Sangkul Pinge 129 B: Lontar
yang memuat tentang kepemangkuan di Pura Besakih juga menyebutkan tentang
Pelinggih Ida Bhatara Kereb Sari, Gunung Sari atau Bulian, perwujudan dari Ida
Bhatara berupa Kereb sari yang berarti cadar atau tutup untuk mengayomi sari
sebagai zat kehidupan.
3.Lontar Tingkahing Mungkah
Parhyangan Kirtya 1106: Lontar ini memuat wejangan Mpu Kuturan mengenai meru
dan tingkatan bangunan meru, pada lampiran 186: Malih makewenang
maphyasan/panggungan malihlasan, pemayune wewengkon Buleleng, ika malih kebayuh
Gedong Sari Tumpang ro Pelinggih Ida Ratu Ayu Mas Kereb Sari, saking Gunung
Sari ngaran Bulian.
Versi kedua makna kata Bulihan yang disandingkan dengan kata Abulih atau
kata mebulihan. Pemaknaan ini didasari oleh sebuah fakta sejarah bahwa Bulihan
dahulu merupakan sebuah anak desa yang berada diantara Desa Bengkala di sebelah
baratnya dan wilayah Banyubuah disisi timurnya. Tempat ini dipergunakan sebagai
basis/benteng pertahanan untuk menghadang musuh-musuh yang ada di sisi barat.
Lebih tegas lagi wilayah dan krama Banyubuah disebut sebut dalam Prasasti
Bulihan A tahun 1103 caka atau tahun 1181 Masehi dibawah Raja Sri Haji Jaya
Pangus dan wilayah serta Krama Bulian. (DN~*).—
Rangkuman Sumber :
- http://www.persakademika.com/bulian-desa-tua-sarat-misteri.html
- http://kubutambahan.bulelengkab.go.id/?sik=kantor&bid=697d42a42c909442ace2988077306e60
- http://kubutambahan.bulelengkab.go.id/?sik=kantor&bid=697d42a42c909442ace2988077306e60


No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com