Kades Pegadungan Diskriminasi 37 KK Warga Banjar Adat Lebah - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

3/6/16

Kades Pegadungan Diskriminasi 37 KK Warga Banjar Adat Lebah


         
Buleleng, Dewata News.com — Sekitar 37 KK dari Banjar Adat Lebah, Dusun Batu Dinding, Desa Pegadungan, Kecamatan Sukasada, Buleleng, Bali mendapatkan intimidasi dari Pemerintah Desa Pegadungan.

    Bukan hanya intimidasi yang mereka terima, tetapi ke-37 KK ini juga mendapat tindakan diskriminasi dari Kepala Desa (Kades) Pegadungan. Sebagai bukti, mereka itu tidak mendapat pelayanan administrasi dari Kades, seperti akta perkawinan maupun akta kelahiran yang merupakan hak dasar seorang warga negara.

    Akibat ulah tidak terpuji Kades Pegadungan itu, sedikitnya 13 KK memilih hengkang dari Desa Pegadungan dan pindah ke desa lainnya untuk memperoleh akta dan pengakuan sebagai warga. Sedangkan 24 KK lainnya masih tetap bertahan, kendati terus diperlakukan tidak adil dan terus mendapatkan intimidasi dari pemerintahan desa setempat.

    Sementara itu, tindakan Kades Pegadungan yang dinilai melanggar HAM itu sudah ke Camat Sukasada beberapa waktu, namun tidak mendapat tanggapan seperti yang diharapkan warga yang menjadi korban Kades otoriter itu.

    Kelian Banjar Adat Lebah, Putu Suwela mengatakan, warga Banjar Adat Lebah yang awalnya sebanyak 37 KK merupakan banjar adat yang tercecer. Bahkan Pemerintah Desa Pegadungan tidak mengakui mereka sebagai warga Pegadungan.

   Menurut Suwela, mereka disebut-sebut warga Desa Adat Pumahan, Desa Gitgit, Kecamatan Sukasada, Buleleng. Padahal, berdasarkan administrasi, warga berada di wilayah Dusun Batu Dinding, Desa Pegadungan.

     ”Kondisi kami sangat terisolisasi. Atas kesepakatan krama Banjar Adat Lebah, kami telah menjadi bagian dari Desa Adat Pumahan, Desa Gitgit. Sedangkan wilayah kami ada di Banjar Dinas Batu Dinding, Desa Pegadungan, Kecamatan Sukasada, maka kami merupakan bagian dari Desa Adminitrasi Pemerintah Desa Pegadungan. Namun, kami selama ini tidak mendapatkan pelayanan yang layak,” papar  Suwela, Minggu (06/03).
   Sementara  itu, Made Teja yang mantan anggota Fraksi PDIP DPRD Buleleng, yang selama ini mendampingi warga menilai, pemerintah desa tidak seharusnya bersikap diskriminatif seperti itu. 

    Ia pun menduga, kejadian ini terjadi karena ada campur tangan Perbekel Desa Pegadungan, yang mantan Klian Banjar Adat Batu Dinding.

    “Masyarakat tidak dapat pelayanan akta dari Pemerintah Desa, dengan alsan mereka itu tidak medesa Pakraman Pegadungan, melainkan di Desa Adat Pumahan. Kasihan anak-anak sekolah membutuhkan akta kelahiran dan yang kerja juga membutuhkan akta perkawinan. Disana mentok, sehingga menimbulkan keresahan sosial,” jelas mantan Ketua Dewan Kehormatan DPRD Buleleng ini.

    Dengan tidak mendapat tanggapan dari Camat Sukasada, terkait surat yang dilayangkan warga itu, menurut Made Teja,  warga berencana akan kembali bersurat ke Bupati Buleleng, Putu Agus Suradnyana,, tanggal 11 Maret 2016 mendatang. (DN ~ TiR).—

1 comment:

  1. Ne di bali aja antara sesama saling gigit.....gimana mau bersatu... Apa tdk ada kesalahan yg bs dimaafkan...mari kita bergandengan tangan. Suka tdk suka. Baik buruk toh sesama warga bali.....kurangi ego kita utk bs wujudkan ketentraman dlm masy.

    ReplyDelete

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com