Menggali Kembali Praktik Penyembuhan dari Muara Jambi - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

12/9/24

Menggali Kembali Praktik Penyembuhan dari Muara Jambi

 

Jakarta, dewatanews.com - Tingginya tingkat stres di masyarakat modern, terutama di daerah perkotaan, telah memicu banyak penelitian mengenai berbagai metode relaksasi mental. Salah satunya adalah meditasi—terutama mindfulness—yang belakangan ini semakin populer di seluruh dunia, termasuk di Indonesia. Namun, para peneliti dan pakar psikologi dunia baru-baru ini mulai mengarahkan perhatian pada pendekatan yang lebih mendalam, salah satunya berakar dari kearifan kuno Indonesia. 

Wellness coach Johnson mengupas pendekatan tersebut secara rinci dalam webinar “Meditasi Terima Kasih - Cara Penyembuhan dari Nusantara” oleh, yang diselenggarakan oleh Yayasan Pelestarian dan Pengembangan Lamrim Nusantara (YPPLN/Lamrimnesia) pada 24 November dan 1 Desember 2024.

Meditasi Terima Kasih: Penyembuhan Berbasis Welas Asih

“Mindfulness itu keterampilan dasar. Setelah tercapai, mindfulness ini mau dibawa ke mana? Sudah tahu apa masalah dalam diri kita… What’s next? Kita ubah dengan Lojong,” ungkap Johnson dalam webinar tersebut.

Meditasi Terima Kasih adalah bagian dari Latihan Batin (B. Tibet: Lojong) yang diajarkan oleh Guru Suwarnadwipa Dharmakirti, seorang pangeran dari wangsa Shailendra yang kemudian menjadi biksu dan mengajar di Biara Universitas Muara Jambi pada abad XI. Lojong merupakan latihan untuk mentransformasi batin, mengubah pola pikir yang mementingkan diri sendiri menjadi pola pikir altruistik yang lebih mengutamakan kebahagiaan orang lain.

Di Nusantara, jejak Meditasi Terima Kasih dan Lojong sangatlah minim. Namun, kita bisa menemukannya kembali berkat murid Guru Suwarnadwipa, pandit besar alumni Biara Universitas Nalanda bernama Guru Atisha Dipamkara Srijanana, yang membawa ajaran ini ke India dan Tibet. Lojong berkembang di Tibet dan menyebar ke seluruh dunia seiring dengan penyebaran Buddhisme Tibet di dunia Barat sejak tahun 1959 sampai sekarang.

“Renungkan seberapa besar impact Guru Suwarnadwipa. Beliau mengajar kepada Guru Atisha sampai jadi populer. Such a powerful impact dari Guru Suwarnadwipa, dari Indonesia,” kata Johnson.

Pendekatan Baru dalam Kesehatan Mental

Di Barat, mulai ada pergeseran dari praktik berbasis mindfulness yang berfokus pada kondisi pribadi (INTRA-personal) menuju ke praktik berbasis welas asih yang juga melibatkan hubungan antarindividu dan bahkan dengan dunia (INTER-personal). Secara umum, cinta kasih dan welas asih terbukti berdampak positif terhadap kesehatan fisik dan mental, bahkan sampai menurunkan tingkat kematian sebesar 44%. Praktik kebaikan hati memicu produksi hormon serotonin yang memberikan rasa tenang dan bahagia (Berger, Gray, Roth, 2009). Aktivitas kerelawanan memiliki korelasi positif dengan kebahagiaan, kesehatan, dan kesejahteraan (Musick MA & Wilson J., 2003).

Namun, kerelaan untuk berkorban waktu, tenaga, ataupun materi tidak dapat muncul serta merta. Sebagai metode yang terbukti ampuh menghancurkan ego dan mengembangkan batin altruistik yang penuh welas asih, Lojong beserta Meditasi Terima Kasih pun dipilih sebagai basis bagi Compassion Cultivation Training, program pengembangan diri berbasis welas asih yang dikembangkan di Universitas Stanford, Amerika Serikat.

“Zaman dulu saat ajaran ini benar-benar dipraktikkan, everything’s fine. Sekarang, 1000 tahun kemudian, banyak masalah, depresi, dan seterusnya. Orang-orang mulai kembali mencari kearifan kuno ini,” tukas Johnson.

Reframing Pikiran: Mengubah Cara Pandang terhadap Dunia

Dalam bahasa ilmiah, yang dilakukan dalam praktik Lojong disebut dengan istilah “reframing”, suatu teknik psikologis yang terdiri atas mengidentifikasi, dan mengubah cara pandang terhadap suatu masalah.

Dampak reframing ini telah diuji dalam berbagai studi. Berdasarkan hasil pemindaian aktivitas otak yang berkaitan dengan emosi (amigdala, anterior insular cortex), respon emosional seseorang terhadap situasi yang memicu stres ternyata dapat diubah dengan secara sengaja menginterpretasikan ulang situasi tersebut dengan cara yang lebih positif.

Praktik Meditasi Terima Kasih, secara khusus, berarti "menerima" penderitaan orang lain dan "memberikan" kebahagiaan kepada mereka dengan setiap tarikan napas. Namun, pertama-tama, praktisi dianjurkan untuk berlatih dengan diri sendiri sebagai objek: terima penderitaan yang dialami apa adanya dan berikan harapan pada diri sendiri mengingat semua hal di dunia ini tidaklah kekal, termasuk penderitaan tersebut. Praktik ini me-reframe cara batin melihat masalah, dari sesuatu yang negatif menjadi positif.

“Di teks dikatakan bahwa bila kita langsung memulai Tonglen kepada orang yang kita benci, itu tidak akan berhasil. Kita harus mulai dengan diri kita sendiri,” tutur Johnson.

Welas Asih dalam Jati Diri Bangsa

Dalam Lojong, praktisi juga dilatih untuk melihat semua makhluk sebagai setara, tanpa memandang latar belakang pribadi, lalu menumbuhkan cinta kasih dan welas asih terhadap semua orang, yang pada gilirannya memperkuat rasa keterhubungan dan kesejahteraan bersama.

Mengingat latihan ini pernah menjadi ajaran khas di Muara Jambi abad XI yang kala itu menjadi pusat pendidikan Buddhis dunia, kita kini bisa tahu bahwa leluhur kita melakukan latihan yang sama dan menjunjung nilai yang sama. Tidaklah sulit membayangkan bahwa ungkapan "terima kasih" dan nilai-nilai yang identik dengan karakter bangsa seperti ramah-tamah, gotong-royong, dan toleransi terhadap perbedaan merupakan hasil dari latihan batin yang dilakukan oleh nenek moyang, diwariskan kepada anak-cucu, hingga tertanam dalam jati diri bangsa Indonesia.

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com