Denpasar, dewatanews.com - Wakil Gubernur Bali, Prof. Tjok. Oka Sukawati (Cok Ace) menyampaikan materi mengenai kebijakan kepariwisataan Pemerintah Provinsi Bali yang berbasis Budaya Nangun Sat Kerthi Loka Bali kepada karya siswa Program Studi Hukum Program Doktor Universitas Warmadewa (Unwar), Selasa (Anggara Paing, Bala) 13 September 2022 yang dilaksanakan secara hibrid pada Fakultas Hukum Universitas Warmadewa.
Cok Ace dalam kesempatan tersebut memaparkan sejarah panjang kepariwisataan Bali mulai dari datangnya wisatawan pertama Bali yaitu anggota parlemen Belanda bernama H. Van Kol pada tahun 1902, Koninklijke Paketvaart Maatschappij (KPM)- maskapai pelayaran milik Belanda yang menerbitkan brosur wisata Bali yang disebarkan ke eropa hingga terbentuknya travel agent pariwisata pertama di Singaraja Bali pada tahun 1924.
Saat itu terdapat tiga pionir desa wisata yang dikembangkan yaitu Desa Sidemen, Desa Ubud dan Desa Sanur. Namun dari ketiga desa tersebut, Ubud dinilai paling cepat pengembangan pariwisatanya. Hal ini menurut Cok Ace tidak terlepas dari peran Raja Ubud saat itu, Ida Tjok. Gde Agoeng Soekawati yang dapat merangkul wisatawan Belanda dan memanfaatkannya untuk meningkatkan wawasan seni masyarakat lokal Bali.
Hingga pada saat Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung, banyak kepala negara yang diundang secara langsung oleh Presiden Soekarno untuk menikmati keindahan alam Bali. Menilik dari rangkaian panjang tersebut dapat dikatakan bahwa perjalanan pariwisata Bali tidaklah instan namun telah melalui proses yang panjang hingga ratusan tahun.
Cok Ace sendiri membagi perkembangan pariwisata Bali menjadi tiga era yaitu era pertanian sebelum tahun 1920, era ekonomi pariwisata dari tahun 1920 hingga tahun 2022 dan selanjutnya adalah era ekonomi kerthi Bali. Era ini ditandai dengan berakhirnya pandemi Covid-19.
Disamping itu, Cok Ace juga menyampaikan bahwa tahun 1980an hingga 2000an merupakan Sandhakalaning Bali, Era dimana Bali berada di persimpangan jalan. Di mulai ketika kawasan Nusa Dua dibangun pada 1980an yang menimbulkan kesenjangan yang sangat besar antara Bali Utara dan Bali Selatan karena pengembangan pariwisata hanya terfokus di selatan. Hal ini kemudian menyebabkan timbulnya urbanisasi masyarakat Bali menuju Bali Selatan khususnya daerah Badung.
Pada tahun 1998 juga terjadi eksodus besar-besaran masyarakat luar Bali menuju Bali, hal ini didasari oleh keadaan Bali saat itu yang dinilai aman dibandingkan daerah lainnya di Indonesia. Mengakibatkan proporsi pariwisata Bali tidak lagi dimiliki oleh masyarakat lokal Bali, namun lebih banyak dimiliki orang luar Bali, bahkan proporsi kepemilikan industri pariwisata oleh masyarakat Bali asli hanya berkisar 20% hingga 30% saja.
Kemelut Pariwisata inilah yang ingin diperbaiki oleh pemerintah saat ini melalui Visi Pembangunan Nangun Sat Kerthi Loka Bali salah satunya adalah dengan dibuatnya peraturan dan kebijakan yang bertujuan untuk mendukung pelestarian alam, budaya dan tradisi Bali. Kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Provinsi Bali merupakan upaya pemerintah agar Pariwisata Bali dapat memberikan manfaat yang lebih kepada masyarakat lokal Bali.
Di sisi lain menurut Wakil Gubernur Bali, Cok Ace kebijakan pemerintah tersebut tidak dapat berjalan baik tanpa diiringi oleh perbaikan sarana dan prasarana di Bali. Oleh sebab itu pemerintah saat ini berupaya untuk meningkatkan sarana dan prasarana infrastruktur di Bali antara lain dengan penataan kawasan Pura Besakih, pembangunan pelabuhan segitiga (Sanur, Sampalan dan Bias Munjul), pembangunan jalan tol Gilimanuk-Mengwi, pembangunan pusat kebudayaan Bali, serta pembangunan Tower Turyapada.
Cok Ace menyampaikan bahwa pembangunan Bali harus dilaksanakan secara menyeluruh dari segala sisi. Tidak hanya terfokus pada Bali selatan saja. “Leluhur kita telah mewariskan kearifan lokal pembangunan Bali yang sangat apik seperti layaknya padma buana. Di barat adalah Dewa Mahadewa untuk pertanian dan perikanan, potensi pariwisata yang dapat dikembangkan bisa memancing dan pariwisata pertanian, di sebelah utara adalah Dewa Wisnu dikhususkan untuk konservasi air, potensi pariwisata yang dapat dikembangkan juga disesuaikan, di timur Dewa Iswara adalah kawasan spiritual sebagai spirit of Bali, di kawasan selatan, Dewa Brahma sebagai pusat dari ekonomi kreatif dan di tengah adalah Dewa Siwa sebagai kawasan pusat kesenian di Bali,” ujar Cok Ace.
Lebih lanjut Wakil Gubernur Bali, Cok Ace yang juga merupakan Guru Besar di ISI Denpasar berharap bahwa dengan pelaksanaan matrikulasi kali ini menjadi sarana untuk mendekatkan dunia pemerintah dan dunia pendidikan khususnya karya siswa fakultas hukum program doktor untuk menyamakan persepsi sehingga dapat menjembatani meluruskan kepariwisataan Bali.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com