Besok, Desa Adat Yeh Sanih Laksanakan Brata Walining Desa - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

8/30/19

Besok, Desa Adat Yeh Sanih Laksanakan Brata Walining Desa


Buleleng, Dewata News. Com - Di beberapa Desa di Bali, mengenal atau melaksanakan Nyepi Adat atau Brata Walining Desa diluar dari Nyepi yang pada umumnya dilaksanakan secara nasional atau diatur oleh Pemerintah.

Salah satu Desa yang melaksanakan Nyepi Pauyahan atau Nyepi Adat atau Brata Walining Desa adalah warga Desa Bukti (Desa Adat Bukti dan Desa Adat Yeh Sanih). Nyepi ini dilaksanakan sejak dahulu, oleh penduduk setempat bahwa penyepian ini merupakan suatu warisan, yang tidak diketahui pasti latar belakangnya serta sejak kapan dimulainya. Dan pada Sabtu (31/8) besok dari pukul 06.00 Wita hingga Minggu (1/9) pukul 06.00 Wita, Desa Adat Yeh Sanih akan melaksanakan Nyepi ini dengan diawali proses upacara Mecaru di prapatan Desa pada Jumat (30/8) sore tadi.

Nyepi Pauyahan ini dilaksanakan /berlangsung setiap 2 tahun yaitu setiap tileming Karo atau Sasih karo yang jatuh bertepatan pada bulan Agustus/September.  Bulan Agustus/September adalah puncak dari pada musim kemarau.  Setelah berakhir penyepian ini tidak begitu lama musim hujan akan segera datang. 

Pelaksanaan dari pada Penyepian Adat Pauhayan ini sehari sebelumnya diselenggarakan upacara mecaru yang mengambil tempat atau lokasi di perempatan desa adat atau dusun masing-masing.  Dimana letak lokasi ini dekat dengan pantai atau laut. Tentang upacara pecaruan ini mempergunakan upakaraa bulu geles (Godel) dengan kelengkapan-kelengkapan lainnya seperti itik atau bebek ayam serta 1 soroh suci dan 1 seetan. 

Upacara pecaruan yang dilaksanakan di perempatan dilakukan sore menjelang malam atau sandikali. Pada waktu upacara Ini, seluruh warga masyarakat Hindu nunas Tirta penglukatan pembersihan pemberian dari sengguhu.  Tirta tersebut malam harinya disiratkan pada masing-masing Sanggah atau Merajan, Pura di pekarangan rumah serta pada tempat-tempat pegaraman dengan disertai pula pengerupukan (pemukulan Kentungan/bunyi-bunyian).  Pada malam itu pula oleh masyarakat utamanya desa adat (Desa Negak) melakukan pemasangan awar-awar di batas Desa, jalan /pintu masuk desa termasuk pada tempat-tempat penggaraman pemasangan awar-awar tersebut mempunyai maksud agar warga desa setempat maupun dari luar tidak masuk ketempat yang berisi awar-awar. Keesokan harinya setelah upacara pecaruan dilaksanakan penyepian yang disertai dengan beberatan Desa antara lain : 

1. Tidak boleh bekerja.
2. Tidak boleh menyalakan api.
3. Tidak boleh bepergian.
4. Tidak boleh membunyikan bunyi-bunyian. 

Pada waktu dilangsungkan penyepian, seluruh warga masyarakat menghentikan kegiatannya/pekerjaannya termasuk pula kegiatan petani garam, yang perlu diperhatikan  pada saat berlangsungnya penyepian ini ialah petani garam mengumpulkan serta menaruh alat-alatnya dengan rapi serta diikat/diisi awar-awar. Oleh petani garam tidak mengetahui apa maksudnya diisi awar-awar karena merupakan warisan yang dilakukan sejak turun temurun. 

Kelanjutan dari penyepian ini adalah dilaksanakannya upacara Dewa Yadnya atau piodalan di Pura Desa yang merupakan awal upacara yang disebut upacara Panca Walinining Desa yang tepat dilaksanakan pada purnamaning sasih ketiga (15 hari setelah nyepi pauyahan).  

Kelanjutan dalam rangkaian upacara Panca Walining Desa tersebut dilanjutkan dengan upacara di pura Taman Manik Mas yang upacaranya jatuh pada Purnamaning Kapat Bulan Oktober, berikutnya pada Purnamaning ke 5 bulan November dilakukan upacara di Pura Segara, pada tilem/ Sasih keenam bulan Desember dilaksanakan upacara di Pura Dalem. 

Selanjutnya dirangkaikan dengan upacara Ngusaba Kedasa yang jatuh pada purnamaning Sasih Kedasa bulan April. Upacara ini dilakukan di Pura Bale Agung. 15 hari berikutnya yaitu pada Tileming Kedasa dilakukan upacara pecaruan di Pura Pingit yang diberi nama pengaturan upacara di Pura Pingit mempergunakan Bulu Geles (Godel)  yang dimulai pemotongan godel ini setelah matahari terbenam.  Yang terlibat dalam upacara ini adalah Desa Negak saja yang jumlahnya 16 orang.  Dalam upacara ini tidak melibatkan pihak perempuan Puncak upacara di Pura Pingit ini adalah pada tengah malam tepat pukul. 00.00 Wita. Selanjutnya 15 hari kemudian pada purnamaning Diesta (Bulan Mei)  diselenggarakan upacara yang disebut ngikuin yang merupakan penutup dari upacara Panca Walining Desa.  Dengan berakhirnya upacara ngikuin berarti berakhir pula rotasi upacara Panca Walining Desa. Untuk upacara Panca Walining Desa berikutnya dilakukan 2 tahun kemudian yang diawali dengan melaksanakan penyepian yang disebut oleh masyarakat setempat dengan upacara Nyepi Pauyahan.  

Hubungan antara penyepian Pauyahan terhadap usaha penggaraman, tidak diketahui jelas,  namun dapat berkaitan bahwa Nyepi pauyahan merupakan penutup dari pada pekerjaan usaha penggaraman tersebut,  Hal ini dapat dilihat bahwa setelah upacara penyepian dilaksanakan, akan berakhir musim kemarau dalam arti akan berakhir pula pekerjaan tersebut.  Upacara tersebut merupakan syukuran atas Waranugraha Ide Sanghyang Widhi atas dapat berlangsungnya pekerjaan penggaraman tersebut. Selain itu pula sebagai ucapan Terima kasih terhadapnya, atas hasil yang telah diperoleh oleh petani garam. Dengan upacara penyepian tersebut berarti pula membersihkan kotoran-kotoran Desa pada umumnya serta tempat penggaraman pada khususnya sebelum upacara Panca Walining Desa dimulai. 

Sumber : 
(Gde Kawindra. 1989. Beberapa Segi Usaha Penggaraman di Desa Bukti)

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com