Berjalan Lancar, Tradisi Ngusaba Bukakak Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

3/21/19

Berjalan Lancar, Tradisi Ngusaba Bukakak Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan


Ngusaba Bukakak di Buleleng, tradisi ini rutin dilakukan setiap 2 tahun sekali, budaya dan tradisi hanya satu-satunya bisa disaksikan di Sangsit Dangin Yeh, Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan. seperti halnya acara ritual yang diselenggarakan pada hari Kamis (21/03).

Jajaran Kepolisian, khususnya jajaran Sat Lantas Polres Buleleng dikerahkan untuk memperlancar jalannya proses Bukakak ”melancaran” dari Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Desa Giri Emas hingga Pura Bale Agung, Desa Pakraman Buleleng di Singaraja.

Dengan segala keunikan yang dimiliki Bali, memantapkan para pelancong untuk menjadikan Bali sebagai destinasi favorit wisata dunia, dan paket-paket tour yang disediakan sangant menarik.

Desa Giri Emas
Desa Giri Emas, Kecamatan Sawan, Kabupaten Buleleng merupakan hasil pemekaran Desa Sangsit yang diresmikan menjadi Desa Difinitif pada tanggal 14 November 2005. Luas Wilayah Desa: 290 Ha. Letak Wilayah Desa Giri Emas terletak dengan batas-batas wilayah sebagai berikut: Utara - Laut Bali, Timur - Desa Bungkulan, Selatan - Desa Jagaraga, Barat - Desa Sangsit. 

Bukakak 
Sehari, setelah Purnama Kedasa, krama Subak Dangin Yeh, Desa Giri Emas melakukan upacara Ngusaba Subak dan Ngusaba Desa. Upacara ini merupakan ungkapan rasa syukur dan terima-kasih kepada Ida Sang Hyang Widhi Wasa (Tuhan Yang Maha Esa) atas rachmatnya yang telah memberikan hasil panen yang melimpah. 

Dalam rangkaian upacara ngusaba, anggota subak dan anggota desa secara keseluruhan membuat Bukakak. Bukakak berasal dari kata Lembu dan Gagak, Lembu melambangkan Ciwa dan Gagak melambangkan Wisnu. Bukakak merupakan simbul perpaduan antara sekta Ciwa, Wisnu dan juga Sambu. Bukakak ini diwujudkan sebagai seekor burung Garuda/Paksi yang di buat dari daun enau muda yang dalam bahasa lokal disebut ambu. Sedangkan sarana untuk pelinggih/singgasana yang akan naik di atas garuda adalah seekor babi hitam pulus yang diproses menjadi dua warna yaitu Hitam (warna bulu asli) melambangkan Dewa Wisnu, separuh lagi warna putih (Bulu di bersihkan) melambangkan Dewa Ciwa. Sedangkan babi itu sendiri adalah simbul Dewa Sambu.

Dangsil
Bentuk menyerupai Tiga buah Meru terbuat dari pohon pinang di hias daun enau berbentuk lingkaran yang masing-masing berjumlah tujuh, sembilan dan sebelas. Dangsil ini melambangkan tingkat para Dewa tertinggi Ciwa Sada Ciwa dan Parama Ciwa.

Pura Pasek
Terletak di sentral Desa, persis di pinggir jalan raya Giri Emas-Singaraja, merupakan sentral aktifitas upacara Ngusaba ini di laksanakan. Pura ini merupakan cikal bakal perkembangan dan aktifitas kegiatan desa secara umum. Pura ini  disungsung oleh kerama desa secara umum dan kerama Dadya Pasek sebagai pengempon. Sangat disayangkan ketika pura ini di pergunakan untuk kegiatan aktifitas desa yang di dominasi oleh krama subak, sehingga di klaim sebagai Pura Subak. 

Kalau kita melihat dari struktur pelinggih Ida Betara yang di sentanakan, pelinggih utama adalah Ida Betara Ratu Pasek. Ratu Pasek disini bukan semata milik klen Pasek, tetapi sebagai Jabatan tertinggi, jadi seluruh krama desa wajib untuk menghaturkan sembah bakti kehadapan Ida Betara Ratu Pasek. Sedangkan kalau dikaitkan dengan pemujaan Beliau yang berhubungan erat dengan Hyang Geni Jaya, maka Beliau adalah sebagai Brahma, jadi lebih tepat Pura Pasek ini adalah merupakan Pura Desa. Secara umum bisa dibandingkan dengan sejarah perkembangan Pura Bale Agung Buleleng.

Bukakak sebagai pelinggih atau kendaraan Ida Betara yang menyerupai Burung/Paksi telah siap dan di prayastita atau di sucikan secara niskala agar terbebas dari keletehan/kekotoran fisik maupun non fisik.

Sekitar pukul 11.00 Wita Krama desa berdatangan siap untuk mengikuti perjalanan Ida Betara yang akan ”melaqncaran” ke Pura yang sudah ditentukan. Untuk mengetahui kemana tempat/Pura yang akan di tuju, beberapa hari sebelumnya sudah nuntun Ida Betara, yaitu mohon petunjuk dengan jalan dialog secara supra naural oleh Jro Mangku. Krama desa yang akan mengusung Bukakak hanya diperbolehkan bagi yang sudah dewasa, sedangkan yang masih tergolong remaja hanya boleh mengusung sarad atau jempana.

Pengusung Bukakak berpakaian putih merah sedangkan pengusung Jempana berwarna putih kuning. Warna merah putih sangat sarat akan makna. Merah simbul darah dan putih simbul getah. Merah dan putih merupakan simbul kesatuan kehidupan semesta seutuhnya. sedangkan putih kuning juga bermakna sangat dalam yaitu merupakan tunas-tunas kehidupan yang kelak tumbuh menjadi sempurna.

Sebelum perjalanan dimulai, terlebih dahulu diawali dengan menyucikan Ida Betara dan seluruh warga desa ke Pura Pancoran Emas. Di pura ini dibagikan berkah berupa bija /beras kuning yang telah diberkahi sebagai bekal kekuatan secara gaib untuk siap menempuh perjalanan jauh dan melelahkan dibawah teriknya matahari.

Sekiar pukul 13.30 Wita, Bukakak di usung dari Pura Pasek menuju Pura Gunung Sekar yang letaknya di atas bukit untuk mendak atau menjemput Ida Betara yang akan di ”iring melancaran” ke Pura yang akan di tuju, yakni Pura Bale Agung Desa Pakraman Buleleng di Singaraja.

Perjalan menuju Pura yang tuju dengan jarak yang cukup jauh dan penuh rintanganditengah cuaca terik matahari. Memang terasa sangat berbeda Bukakak sebelum di pasupati dibanding setelah di pasupati dan Ida Betara sudah melinggih, terasa jauh lebih berat. Dengan semangat yang tinggi untuk menghantakan Ida semuanya jadi ringan.

Perjalanan yang cukup melelahkan dengan segala rintangan akhirnya sampai juga ke Pura tujuan. Pada periode tahun ini tujuannya adala Pura Bale Agung, Desa Pakraman Buleleng di Singaraja. 

Sarad Pelinggih/Bukakak ”mesandekan” di jaba tengah dan semua Sarad Linggih Ida Betara di tempatkan di tempat yang telah disediakandi jeroan. Selanjutnya, Jro Mangku Desa Pura Bale Agung didampingi yang mewakili Kelian Desa Pakraman Buleleng serta Tridatu beserta seluruh warga krama dari Desa Pakraman Sangsit Dangin Yeh, Giri Emas melakukan persembahyangan bersama dan diperciki tirta amerta. Walau hanya setetes air melewati kerongkongan terasa sangat nikmat dan menghapuskan rasa lelah selama perjalanan.

Setelah prosesi persembahyangan selesai akhirnya Pelinggih/Bukakak beserta sarad-sarad pengikutnya kembali pulang ke Desa Giri Emas. Sampai di Giri Emas, kembali Pelinggih naik ke Pura Gunung Sekar untuk menghantar Ida Betara kembali ke Alam Sunialoka. 

Prosesi ngantukang atau mengembalikan Ida Betara selesai, kemudian dilanjutkan acara mejaya-jaya, yaitu membagi-bagikan berkah kepada para pengusung, berupa makanan yang terdiri dari ketupat, telur ayam jajanan dan buah-buahan. Upacara Bukakak dianggap sudah selesai dan warga desa kembali kerumah masing-masing.

Pada malam harinya warga Subak sebagai penyelenggara dan penyandang dana kembali berkumpul bersama untuk merayakan, bahwa upacara telah selesai. Acara ini dikuti dengan menarikan Pelaus. Tari Pelaus, yaitu semacam tarian sukacita dimana anggota subak saling berhadapa silih berganti untuk menari. Suasana menjadi riang dan rilek setelah beberapa hari bekerja keras menghabiskan waktu, tenaga dan juga dana.

Sebuah perjalanan suci penuh pengorbanan lahir dan batin. Tetapi sangat indah dan sangat kaya akan makna. Pengorbanan anak manusia yang tak akan pernah berhenti sebagai tanda ucapkan rasa syukur dan terima-kasih yang sebesar-besarnya kehadapan Ida Sang Hyang Widhi atas anugrah dan kehidupan yang telah diberikan. ~ Made Tirthayasa ~

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com