May Day! Jurnalis Juga Buruh! - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

5/1/18

May Day! Jurnalis Juga Buruh!


Profesi  di bidang jurnalistik adalah pekerjaan yang digeluti oleh wartawan atau jurnalis. Pers, yaitu media yang memiliki peran sebagai lembaga sosial dan ekonomi; pers merupakan payung bagi para wartawan untuk mencari nafkah serta berkontribusi dalam kegiatan jurnalistik (mencari, mengolah, menyebar-luaskan berita). Menjadi seorang jurnalis bukanlah perkara yang mudah di lakoni. Misal, beratnya medan liputan yang dihadapi, rentan terkena intimidasi ~ bagi yang merasa dirugikan dengan berita-nya.
Bila dahulu, tepatnya pada zaman kolonialisme (Hindia Belanda) militansi pers terasa pekat geloranya, mengkritik secara tajam kebijakan-kebijakan koloni yang merugikan rakyat melalui media yang dikenal Medan Prijaji. Tirto Adhi Soerjo yang tak lain ialah tokoh pers dan dikenal sebagai perintis persuratkabaran dan kewartawanan Indonesia, berkat kritikan-nya ia pun di tangkap dan dibuang dari jawa ke pulau bacan, dekat Halmahera (Maluku Utara). Setelahnya, Sosok Mochtar Lubis yang mewakili Harian Indonesia Raya mengalami larangan terbit selama  era Orde Lama dan Orde Baru. Karena kritik yang pedas terhadap penguasa pada saat itu, tahun 1970 Harian Indonesia Raya dibredel Oleh Rezim junta Militer Soeharto

Peran pers dalam rentang zaman berbeda sungguh terasa mewakili aspirasi rakyat, memang zaman sudah berubah, tetapi peran pers tidaklah berubah. Hal-hal yang dihadapi oleh para pewarta hari ini pun berbeda 180 derajat. Tirho Adhi Soerjo menghadapi cengkraman Kolonialisme, sedangkan Mochtar Lubis dibelit oleh dua rezim yang saling berparadoks. Lantas,apa yang dihadapi oleh wartawan masa kini?

Kendati sudah era reformasi, namun masih ada pejabat yang alergi kritik. Meski dihadapan public tak jarang sang pemegang kekuasaan itu melontarkan kata dan kalimat ”silakan kritik segala bentuk kebijakan pemerintah, karena kami tidak elergi terhadap kritik yang kontruktif”.

Di balik itu semua, dari penelusuransekala-niskala, karena pemberitaan yang benar menjadikan salah seorang wartawan senior di Singaraja, Bali lima tahun lalu, tepatnya 04 Juni 2013 menjadi korban penganiayaan dari aksi pengeroyokan yang pelakunya tak dikenal hingga detik ini.

Sementara itu, kapitalisme berkontradiksi menyentuh lini kehidupan manusia, termasuk media masa, oliogopoli dilakukan oleh segelintir pemodal kelas kakap di Indonesia:

  • MNC [Media Nusantara Citra Group] Oleh Hary Tanoesoedibjo
  • Mahaka Media Group oleh Erick Thohir
  • Kompas Gramedia Group oleh Jakob Oetama dan  Agung Adiprasetyo
  • Jawa Pos Group oleh Dahlan Iskan
  • Media Bali Post Group [KMB] Oleh Satria Narada
  • Elang Mahkota Teknologi [Emtek] Oleh Eddy Kusnady Satriaatdmaja
  • Lippo Group Oleh James Riady
  • Bakrie & Brother’s [Visi Media Asia] oleh Anindya Bakrie
  • Femina Group oleh Pia Alisyahbana dan Mirta Kartohadiprodjo
  • Media Group oleh Surya Paloh
  • Mugi Reka Abddi Group oleh Dian Muljani Soedarjo
  • Trans Corporation oleh Chairul Tanjung.

Keduabelas nama ini menguasai media di Indonesia; stasiun televisi, radio, tabloid, koran maupun media online.Kapitalisme di bidang media memang tak terelakan, intrik ekonomi politik menjadi dalang atas dari konglomerasi (media). Sementara itu, hal ini menimbulkan dampak yang berbahaya dari konglomerasi media, seperti yang di lansir oleh tempo.co: “Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menilai ada empat masalah dalam dunia pers Indonesia. Keempat masalah tersebut adalah dominasi kepemilikan, media partisan, media yang tak mendidik dengan menyajikan materi berbau pornografi, dan menjamurnya media abal-abal".

"Sistem kerja di perusahaan media belum membaik seperti jam kerja, hak jurnalis perempuan misalnya hak cuti hamil dan menyusui serta sistem penggajian yang belum layak," ujar ujar Sekertaris Jenderal Aliansi Jurnalis Indonesia (AJI), Suwarjono.

Peraturan Mentri Tenaga Kerja (Permenakertrans) No. 19 Tahun 2012 dalam pasal  ayat yang berbunyi: “Perusahaan pemberi pekerjaan dapat menyerahkan sebagian pelaksanaan pekerjaan  kepada perusahaan penerima pemborongan atau perusaahaan penyedia jasa pekerja/buruh”

Peraturan ini kian mencekik para jurnalis maupun calon jurnalis yang ada di seluruh Indonesia. Bayang-bayang akan pemutusan kontrak bisa datang tanpa diduga, dalam sistem kapitalisme, pemodal semakin di atas angin mengingat negara (pemerintah) hanya selaku fasilitator untuk memuluskan modal yang akan berakumulasi untuk keuntungan-nya. Pemenerintah mengeluarkan regulasi untuk membuat tunduk para pekerja/buruh. Terpenting dari kesemua hal yang telah diuraikan, jangan sampai para jurnalis kehilangan daya kritis untuk bertanya, mencari, mengolah dan menyebarluaskan berita

Maka jurnalis harus berserikat untuk menjaga solidaritasnya antar sesama kawan profesi-nya untuk bersama-sama mengahadang konglomerasi media yang mencekik tiap jengkal kehidupan absurd ini. Setiap penindasan bersifat objektif bisa terjadi kepada siapa pun, Mahatma Gandi pernah berkata: “Ketidakpatuhan sipil merupakan hak bawaan setiap warga negara.”

- Diolah dari berbagai sumber -

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com