Ring rahina Buda Kliwon Sinta, Rabu (23/08) merupakan Rahinan PAGERWESI yang merupakan implementasi memuja Ida Sang Hyang Parama Wisesa memohon untuk dianugerahi keteguhan dalammelaksanakan dharma menuju kesejahteraan dan kebahagiaan.
Ilmu tanpa laku adalah kesia-siaan belaka,
tapi laku tanpa ilmu terjadi penyimpangan,
sehingga berjalan harus berguru,
karena kalau tidak berguru maka pemimpinnya wali setan,
sehingga akan terjebak pada penyimpangan.
Karena itu, manusia hidup harus memiliki guru,
dan itu adalah sabda yang sudah turun sejak pertama Bhagawad Gita.
Setelah manusia memahami ilmu yang tinggi sekalipun, ujung-ujungnya adalah bakti.
Bakti adalah untuk menggerakkan roda darma, untuk menjalani karma mencapai moksa.
Tanpa roda darma ini bergerak, kita akan menciptakan samsara,
penderitaan yang berkepanjangan.
Cipta rasa yang kuat akan mampu menciptakan karsa yang baik,
sehingga Bali dan Lombok tidak bisa lepas.
Karena Lombok sebagai lambang cipta dan Bali sebagai lambang rasa harus menyatu
Dan……...harus masuk memberkati Jawa.
Karena Jawa, Bali dan Lombok adalah Roh Nusantara
Om Santih….Santih…..Santih…….
(dua bait bagian dari Puisi ”Roh Nusantara” Cantiryas Boy yang digemakan Made Tirthayasa pada acara Pembukaan Pameran Pembangunan, HiburanRakyat dan Pasar Malam di Lapangan Bhuana Patra Singaraja,14 Agustyus 2017)
Selain Hari Raya Nyepi, masyarakat Bali juga melaksanakan Hari Raya Pagerwesi yang jatuh setiap 210 hari sekali atau setiap 6 bulan dalam kalender Hindu. Hari Raya Pagerwesi memiliki makna sebagai hari raya bagi semua masyarakat, baik pendeta maupun rohaniawan. Tujuannya? yakni untuk memagari jiwa dalam rangka penyucian diri supaya bisa menerima kemuliaan dan keberkahan dari Tuhan Yang Menciptakan.
Kata Pagerwesi memiliki arti pagar yang terbuat dari besi. Secara harfiah, kata tersebut melambangkan segala hal yang dipagari akan terlihat kokoh dan kuat. Atau dalam makna lainnya, sesuatu yang dipagari merupakan yang bernilai tinggi, sehingga tak boleh sedikitpun mendapatkan gangguan apalagi yang merusak. Sanghyang Pramesti Guru yang menjadi tujuan utama dilakonkannya upacara Pagerwesi ini ialah manifestasi Tuhan yang dipercaya merupakan gurunya manusia dan alam semesta.
Pelaksanaan upacaranya snagat unik dan lain dari yang lain karena dilakukan di tengah malam buta. Upacara ini diutujukan kepada Panca Maha Butha yang merupakan 5 unsur terbentuknya manusia yang terdiri dari tanah, air, api, angin, dan ruang/ tempat. Pasca melakukan upacara ini, maka selanjutnya melaksanakan Yoga-Samadhi untuk lebih menentramkan jiwa dan fikiran supaya bisa menolak berbagai hasrat yang tidak baik.
Perayaan Hari Raya Pagerwesi ini adalah rentetan dari hari raya yang ada di Bali, dan bagi Anda yang ingin melihat dan menyaksikan upacara adat pada hari raya Pagerwesi ini ada baiknya menyatu atau bersosialisasi dan terjun langsung ke masyarakat, disitu Anda akan merasakan suasana dan keberadaannya juga keunikan dari upacara tersebut.
Makna filosofinya adalah hidup tanpa guru sama dengan hidup tanpa penuntun, dengan adanya guru kita bisa mengetahui mana yang boleh dilakukan dan mana yang tidak boleh dilakukan, tanpa guru kita bisa kehilangan arah dari tujuan semula sehingga tindakan bisa jadi salah arah . Pengetahuan sejati itulah sesungguhnya merupakan “pager besi” untuk melindungi hidup kita di dunia dan di alam lain nanti. Pengetahuan akan lebih bermakna dan berarti bila ada Guru yang membimbing, mengajarakan dan mengayomi. Made Tirthayasa.—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com