Pura
Sudhamala
merupakan salah satu pura yang cukup terkenal di Kabupaten Buleleng. Pura ini
dikenal sebagai pura penglukatan dimana air atau tirta yang didapat berasal
dari pancoran Sudhamala. Tirta tersebut dipercaya memiliki banyak khasiat
sebagai tirta pengobatan.
Setelah puluhan tahun tidak lagi
menapakkan kaki, bertepatan dengan Hari Suci Purnama sasih Kaulu, Sabtu (11/02)
pagi rasa kagum dan bangga menyaksikan keberadaan Pura Tirta Sudhmala di sisi
barat Tukad Banyumala. Melihat dari dekat, ada aura magis yang mengalir di
tubuh pribadi penulis ketika bersimpuh di balai pesandekan, sementara beberapa
Jro mangku sibuk persiapan melaksanakan upacara untuk puluhan warga pemedek
yang datang bergelombang.
Karena cuaca tak mendukung di sasih Kaulu,
terjadi banjir besar, sehingga prosesi pengelukatan dilakukan oleh para
pemangku kepada warga pemedek di sisi timur Tukad Banyumala. Pada musim
cerah,prosesi pengelukatan dilakukan di pancoran Sudhamala.
Puluhan tahun silam, penulis setiap hari
Selasa wage Wuku Dungulan ~ hari Penampahan Galungan, usai mebat nglawar dengan
keluarga datang ke Sudhamala sebatas mandi dan keramas di pancoran Sudhamala.
Keberadaan Pura Tirta Sudhamala saat ini
yang dipercaya memberikan anugerah bagi warga sesuai maksud nunas pengelukatan
dari berbagai daerah di Bali, sudah semestinya dilirik pemerintah kabupaten
Buleleng, khususnya Dinas Pariwisata menjadikan sebagai obyek wisata, seperti
Yeh Sanih. Konsekuensinya, Pura Tirta Sudhamala masuk “guide book” dan
mengucurkan dana untuk pelestarian serta jasa untuk pengelola dan Jro mangku.
Pengelolaanya tetap diserahkan kepada Desa Adat Pakraman Banyuasri.
Berikut sejarah singkat mengenai Pura
Tirta Sudhamala dimana data yang kami peroleh berasal dari hasil wawancara kami
dengan Kelian Desa Adat Pakraman Banyuasri
Sekitar abad ke 18 terjadi ledakan air
dahsyat yang tebing subak banyumala. Ledakan air tersebut menghasilkan kucuran
air yang kemudian oleh warga Banyumala dipendak atau di sebarkan kepada seluruh
warga dengan tujuan pembersihan dan pengelukatan. Air tersebut juga digunakan
untuk pembersihan tukad Banyumala. Zaman pemerintahan Ki Barak Panji Sakti di
Buleleng, tukad Banyumala berkedudukan sebagai benteng Buleleng barat dan tukad
Buleleng di Banyuning sebagai benteng Buleleng timur.
Dahulu tukad Bayumala itu sangat kotor
atau cemar, karena banyak sapi-sapi petani di desa banyumala yang mati karena
meminum air tukad tersebut. Pada bulan Mei 2007, kucuran air tersebut kemudian
dibuatkan pancoran yang diberi nama Pancoran Sudhamala. Pada tanggal 21
September 2007, pembangunan pancoran itu selesai dan dilanjutkan dengan
membangun pura sudhamala.
Pembangunan pura ini mengembangkan konsep
tri mandala yaitu mandala utama, mandala madya, dan mandala nista. Bagian mandala utama yaitu tempat tukad
banyumala dan pancoran Sudhamala berada serta terdapat pelinggih suci bernama
Dewa Ayu Manik Sudhamala. Bagian mandala madya yaitu tempat persembahyangan dan
ngaturang banten oleh para pemedek, bale pesandekan, serta terdapat pelinggih
suci yang bernama dewa taksu manic giri.
Bagian mandala nista yaitu tempat parkir para pengunjung atau pemedek
yang ditempatkan di areal luar pura.
Berdasarkan arti dari kamus, Sudhamala
berarti pengobatan, sehingga pura tirta sudhamala berarti pura air pengobatan.
Dalam konteks agama, sudhamala berarti pemarisudha, penglukatan dan peleburan.
Fungsi dari tirta sudhamala tersebut
digunakan yaitu untuk mengobati orang yang terkena penyakit karena ilmu hitam,
orang kurang waras, serta wanita atau ibu yang sedang hamil.
Prosesi pembersihannya dinamakan melukat
dimana yang dilukat adalah buana alit atau diri kita sendiri dan buana agung
adalah lingkungan di sekitar kita dan tempat kita tinggal. Tujuan melukat
adalah untuk menghilangkan aura-aura negative yang ada pada tubuh dan
sekekliling diri manusia.
Salah satu terapi penglukatan di pura
sudamala adalah semedi kumkum, yaitu dengan berendam selama satu hari satu
malam di tukad banyumala. Terapi ini biasanya dilakukan oleh orang-orang tua
atau dewasa yang bertujuan untuk membersihkan aura-aura negatif dari dalam
tubuh. Semadi kum-kum ini sudah berada pada tingkat atau level atas, karena
tidak sembarang orang bisa melakukan semadi ini. Hanya orang-orang yang
bersungguh-sungguh serta memiliki daya tahan tubuh kuat yang dapat melaksanakan
semadi ini.
Tirta Sudhamala selain dipakai untuk
melukat juga dapat dipakai untuk minum dan sudah di uji kesuciannya oleh lintas
agama. Berbagai corak agama sudah pernah mengunjungi Pura Tirta Sudhamala dan
membuktikan kekhasiatan Tirta Sudhamala.
Waktu piodalan Pura Tirta Sudhamala yaitu
jatuh pada anggarkasih wuku prangbakat. Hari-hari yang sering di kunjungi oleh
para pemedek yaitu pada saat Banyu Pinaruh, Purnama, Kajeng Kliwon, dan Siwaratri
Khusus saat Kajeng Kliwon banyak pemedek
yang tangkil dan melaksanakan pemelukatan. Hal itu disebabkan karena pada
kajeng kliwon merupakan hari baik untuk memusnakan pengaruh-pengaruh ilmu hitam
seperti cetik.
Para pemedek yang tangkil ke Pura Tirta Sudhamala
bukan saja dari daerah kabupaten Buleleng melainkan juga dari luar daerah
kabupaten Buleleng seperti Kabupaten Klungkung, kabupaten Badung, kabupaten
Jembrana dan bahkan dari Lampung.
Pamong Pura Tirta Sudhamala yaitu para
pengempon desa adat yang terdiri atas Kelian Desa Adat Pakraman Banyuasri dan
para pemangku yang bertugas di pura tersebut.
Pura Tirta Sudhamala memiliki 5 pemangku
yang bertugas untuk ngantebang banten serta melayani proses penglukatan para
pemedek. Serta 2 pemangku jro gde yang bertugas sebagai pembersih pura. Kelima
pemangku tersebut dipimpin oleh Jero mangku Sudhamala yang bernama Jero mangku
Gede Fery Hariawan, SE. Keempat pemangku lainnya bernama Jero mangku Ketut
Widiana Giri , Jero mangku Wayan Cingak, Jero mangku Luh Nadi, Jero mangku
Juliawan.
Selain itu, ada dua orang pengayah
membersihkan halaman, seorang diantaranya pensiunan Bagian Ekbang Kantor Bupati
Buleleng.
Pura Tirta Sudhamala hanya memiliki dua
buah pelinggih yang terdapat di bagian mandala utama dan mandala madya. Di
bagian mandala utama terdapat pelinggih bernama Dewa Ayu Manik Sudhamala yang
terletak tepat di tebing di atas pancoran sudhamala. Pelinggih ini terletak di
sebelah barat pura menghadap ke timur. Untuk hari-hari biasa, banten yang
biasanya disajikan di pelinggih dewa ayu manik sudhamala adalah banten pejati
dan canang sari. Namun untuk piodalan pura, banten yang dihaturkan yaitu banten
pengambean tebasan prayasista dan pesegehan atuwunan.
Pelinggih yang kedua berada di bagian
mandala nista atau di bagian dalam pura. Pelinggih ini bernama dewa taksu manik
geni yang terletak di bagian barat pura menghadap ke timur. Untuk hari-hari
biasa, banten yang disajikan sama seperti pada pelinggih dewa ayu manik
sudhamala yaitu banten pejati dan canang sari. Khusus untuk piodalan, banten
yang dihaturkan berupa banten tangkepan dan tipat gong.
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com