Ilustrasi SPG. (VIVAnews/Anhar Rizki Affandi)
“Kami bisa dipakai, Bang!” ujarnya.
Sebut saja namanya Dia. Seorang
perempuan cantik, murah senyum, bertutur teratur, memamerkan segala pesona pada
dirinya – apapun itu.
Dia adalah seorang Sales Promotion Girl (SPG). Sama-sama kita
ketahui bahwa seorang SPG itu begitulah cara bercakap-cakap dan berpenampilan.
Barangkali, jika di luar Aceh, mereka yang menjajakan beragam produk ini
berpakaian lebih minim untuk menarik minat pelanggan.
Berbeda dengan kondisi Aceh yang menerapkan syariat Islam yang
menuntut penampilan para SPG ini lebih tertutup. Namun dalam keadaan tertutup
kesan “seksi” dalam diri perempuan cantik ini tak bisa dibuang percuma. Pakaian
mereka tetap ketat walaupun kepala telah tertutup jilbab.
“Jika berkata jujur, saya lelah sekali, Bang!” lanjut Dia.
Alasan ini saya jabarkan di bagian berikutnya. Padahal, tugas Dia
sebagai SPG rokok cukup manja. Para SPG cantik dan tinggi gemulai ini bekerja
berdasarkan waktu yang telah ditetapkan oleh manager mereka. Istilah bekennya shift;
apakah bekerja pagi, siang atau malam. SPG ini memiliki gaji tetap dan akan
mendapat bonus apabila penjualan mereka melebihi target.
Sebagai SPG rokok, perempuan cantik ini telah ditugaskan di beberapa
daerah, mulai dari Medan yang penuh kemelut, Batam yang menggoda, sampai Aceh
yang adem-ayem. Dia bercerita tantangan sebagai SPG rokok yang kerap dijahili di
berbagai tempat. Tahu sendiri bagaimana kondisi Medan dan Batam yang gemerlap
siang maupun malam. Colek-mencolek sudah hal biasa yang dialami oleh para SPG.
Berbeda dengan di Aceh yang cenderung lebih sopan dan menghargai perempuan
lebih dari definisi mereka mau; kata Dia.
Lelah Dia karena pekerjaan sebagai SPG menuntut profesionalisme tinggi dan tidak cacat dalam bekerja. Mau sedang galau. Mau ada masalah besar. Mau utang menumpuk di mana-mana. Mau belum makan. SPG harus memberikan senyum terbaik mereka ketika sedang bekerja. Dan Dia mengatakan bahwa, “ SPG itu harus mau diapa-apain!”
Lelah Dia karena pekerjaan sebagai SPG menuntut profesionalisme tinggi dan tidak cacat dalam bekerja. Mau sedang galau. Mau ada masalah besar. Mau utang menumpuk di mana-mana. Mau belum makan. SPG harus memberikan senyum terbaik mereka ketika sedang bekerja. Dan Dia mengatakan bahwa, “ SPG itu harus mau diapa-apain!”
“Apabila ingin hidup tetap sejehtara,”
bisiknya.
Antena saya menjulang tinggi. Saya paham betul maksudnya. Para SPG ini
bermain cantik sebagai perempuan panggilan. Memang, tidak semua mau berperilaku
demikian. Namun tuntunan pekerjaan, gaya hidup, serta mendapat bonus besar
seakan-akan melupakan kodrat sebagai perempuan baik-baik. Semula, Dia hanya
melakukan “itu” karena dirinya merasa bahwa gaji tidak cukup. Belum lagi untuk
mengirim ke orang tua dan kebutuhan lain yang mendesak.
Ada yang booking, harga pas maka lanjut saja. Toh,
sama-sama SPG telah saling tahu dan hampir melakukan pekerjaan “sampingan” ini
sebagai penunjang penampilan dan gaya hidup mereka. Bahkan, ada pula secara
terang-terangan para manager menjadikan perempuan cantik ini sebagai ladang
meraup keuntungan lebih banyak.
SPG ini tidak menolak. Kenikmatan double kok ditolak? #eh.
Manusiawi memang. Rahasia ini menjadi sangat umum di kalangan SPG dan
mereka menjalani sebagai pelengkap serta “gaya hidup” supaya tidak mendapat
ejekan dari sesama. Syukur-syukur dapat bonus besar. Paling apes yang dikasih
jatah sesuai perjanjian awal setelah napsu birahi terlampiaskan. Nama juga
“sampingan” ya disyukuri saja. Katanya sih begitu.
Beda bodi beda harga. Bodi “artis” dibayar mahal. Bodi “kampung” banting
stir ke mana suka di bawa oleh pembooking. Tidak salah saat SPG ini
berlomba-lomba mempercantik diri. Untuk tampil “cantik” sesuai definisi mereka
dan maunya “konsumen” butuh biaya besar dan tidak tertutupi dengan gaji dari
perusahaan atau bonus penjualan. Dia dan teman-temannya yang telah merangkap jabatan
ini mesti memutar otak supaya penampilan mereka menarik. Semakin menarik
semakin besar bonus pekerjaan “ranjang” tersebut. (DN ~ Viva.co.id).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com