Buleleng, Dewata News. Com — Serangkaian kegiatan Buleleng Festival III-2015 yang bernuansa seni budaya yang berlangsung, mulai tanggal 4 hingga 8 Agustus nanti, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Buleleng sebagai Panitia Pelaksana mampu menggelar Seminar Budaya ”Se-Abad Kejayaan Gong Kebyar Bali Utara.
Seminar Budaya ”Se-Abad Kejayaan Gong Kebyar Bali Utara” secara resmi dibuka oleh Wakil Bupati Buleleng Nyoman Sutjidra yang sekaligus membacakan sambutan Bupati Putu Agus Suradnyana, dihadir Ketua DPRD Buleleng Gede Supriatna, Ketua Listibya Provinsi Bali, maupun Kabupaten-Kota se-Bali, Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri-Swasta di Bali, Majelis Utama Desa Pakraman Bali, serta undangan lainnya.
Dua pembicara tampil pada seminar budaya tersebut, yakni Prof. Pande Made Sukerta yang Dosen Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta kelahiran Desa Tejakula, Buleleng, Bali, dengan makalahnya ”Gong Kebyar Dulu dan Sekarang” serta Prof. I Wayan Dibia dengan judul makalah ”Gong Kebyar: Pengaruh dan Sumbangannya terhadap Kesenian Bali.”
Sesuai tema yang diusung Bulfest III-2015 ”Gurnitaning Den Bukit” yang artinya ”Gemuruh Suara Musik Den Bukit”, menjelang dibukanya Bulfest III-2015, Selasa (04/08) pihak panitia menggelar parade 20 sekaa Gong Kebyar yang mengiringi Tari Teruna Jaya dan Tari Wiranjaya guna memperteguh Kejayaan Gong Kebyar Bali Utara.
Lewat Parade Gong Kebyar di ajang Bulfest III-2015 sore itu, pihak Panitia mampu memunculkan perkembangan penataan busana dan tata rias para penabuhnya. Para penabuh gamelan yang tampil dalam parade cenderung didandani makin gagah dengan busana, seperti udeng (ikat kepala), baju, saput, dan kamen yang didesain modivikatif.
Bersamaan dengan itu, para penabuh dalam parade 20 sekaa yang tampil secara bersamaan juga dengan rona berseri klimis, disertai polesan bedak dan gincu sehingga ketika beraksi menabuh terjadilah gerak gerik irama tubuh yang mengemuka karena respons dari instrumen atau komposisi musik yang sedang dimainkan.
Seperti diketahui, parade 20 sekaa gong kebyar yang tampil secara bersamaan pertama kali digelar mendukung tema ”Gurnitaning Den Bukit”, karena selama ini sejak tahun 1968 tampil dengan nama Meredangga Uttava, dan patut diakui Festival Gong Kebyar se-Bali memang bergemuruh. Peristiwa seni pentas yang digelar Listibiya Provinsi Bali itu mampu menyedot perhatian masyarakat Pulau Dewata.
Seperti halnya, parade 20 sekaa Gong Kebyar di sepanjang Jalan Ngurah Rai, Singaraja sore itu. Bahkan, ada di antara penari yang diiringi sekaa Gong Kebyar itu, sepertinya kurang konsentrasi, sehingga sempat linglung sesaat, kendati selanjutnya mampu mengikuti riuhnya suara gamelan Gong Kebyar.
Gong kebyar sejak muncul di Kabupaten Buleleng, Bali utara, pada tahun 1915 diiringi dengan tari kebyarnya yang memang begitu cepat populer di tengah masyarakat Bali. Bahkan, pernah terjadi deman gong kebyar yang merasuki Bali, membungkam keberadaan bentuk-bentuk seni karawitan lainnya.
Pada tahun 1950-an, tidak sedikit ensambel gamelan yang berbahan perunggu, semarapagulingan, misalnya, dilebur menjadi gong kebyar. Kini, hampir setiap banjar atau desa memiliki gamelan yang biasanya diukir berperada gemerlap.
Gong kebyar juga diboyong ke mancanegara, dimainkan oleh para seniman setempat, seperti Grup Gong Kebyar Sekar Jaya di Amerika Serikat dan Grup Sekar Jepun di Jepang.
Sejak sekitar sepuluh tahun belakangan ini, kompetisi gong kebyar menjadi tontonan paling heboh dalam setiap ajang bernuansa budaya. Euforia dari acara ini sudah membius jauh-jauh hari dan puncak histerianya adalah ketika berduel dalam babak-babak final.
Sebagai akhir makalah yang disampaikan Prof. Pande Made Sukerta, Gong Kebyar Buleleng telah mengalami perubahan. Dengan banyaknya perubahan dalam Gong Kebyar Buleleng, ada kecendrungan hilangnya konsep ngilis dan rame dari aspek Gong Kebyar Gaya Buleleng dan dari aspek Gong Kebyar Gaya Bali Utara.
Karena itu, ia mengajak semua peserta seminar budaya ini untuk merenung sejenak. ”Dengan renungan sajian gending-gending Gong Kebyar Gaya Buleleng yang disajikan para seniman Buleleng sekarang “apakah masih mencerminkan Gong Kebyar Gaya Buleleng” dan dari sehi bentuk fisiknya Gamelan Gong Kebyar, apakah masing mencerminkan Gong Kebyar Gaya bali Utara?
Sementara Prof. I Wayan Dibia mengupas tuntas Gong kebyar: Pengaruh dan Sumbangannya terhadap Kesenian Bali. ”Sebagai kesenian baru, yang baru berusia seratus tahun, gong kebyar telah mampu menjadi daya dobrak baru dalam dinamika kehidupan kesenian Bali.,” ungkapnya.
Hasil kreativitas lepas dan bebas dari seniman Bali Utara ini mempunyai pengaruh luar biasa, serta sumbangan yang begitu besar terhadap kesenian Bali. (DN ~ TiR).
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com