Bung Karno yang Kukenang - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

6/19/15

Bung Karno yang Kukenang

Oleh:  Suwitri Riyasse

    CATATAN ini kubuat serangkaian Bulan Bung Karno, di bulan Juni ini. Meskipun tak banyak catatan yang kumiliki namun yang sedikit itu memiliki nilai dan kenangan penting dalam catatan hidupku. Perkenalanku dengan  Bung Karno itu sekitar Pebruari 1955 sebelum Konferensi Asia Afrika diadakan di Bandung.

     Ketika istirahat di VIP room Bandara Bandung, rupanya  Presiden melihat saya di deretan ibu-ibu yang menjemput beliau. Beliau bertanya kepada Bapak Gubernur Bali yang mendampinginya dan dijawabnya bahwa saya  wartawan istri dari Protokol Pemprov. Bali, IGP. Riyasse.

     “Masak di Bali sudah ada wartawati?” Katanya bernada heran lalu disuruh memanggil saya. Setelah saya memberi hormat Bung Karno bertanya:, “wartawan ya? di mana sekolah wartawan?”

    Saya cepat menjawab : “Saya kursus jurnalistik tertulis pimpinan Parada Harapan selama 1 tahun. Saya lulus dengan baik setelah memenuhi syarat dengan pembuktian suatu karya tulis yang dimuat dalam salah satu surat kabar. (Waktu itu kebetulan seorang rekan dari Denpasar yang juga  mengikuti kursus yakni Bapak Ketut Nadha membuat Penerbitan Majalah Suara Indonesia).

    BK mengangguk-angguk tersenyum mendengar penjelasan saya. Saya merasa senang, sebab langsung berdialog dengan seorang Presiden.  Jangan-jangan BK juga senang, sebab berhadapan dengan wartawati yang cantik… ha ha ha……

Temani Sarapan
     Sejak perkenalan di Bandung itu, setiap kunjungannya ke Bali, Bung Karno (BK) pasti minta kepada protokolnya untuk menemani sarapan. Penghuni Istana yang tadinya tidak paham kenapa satu orang itu saja menemani beliau sarapan, rupanya belakangan baru paham karena yang diajak sarapan setiap hari adalah orang yang bisa mengimbangi pembicaraan BK sesuai dengan topik yang dibicarakan. Terkadang tampak berdebat mempertahankan kebenaran / keyakinan masing-masing.

    Bung Karno  sadar lawan bicaranya berani mempertahankan argumentasinya apalagi dengan menggunakan bahasa Belanda dan Inggris bertambah keyakinan beliau bahwa protokolnya memang seorang intelektual. Apapun yang ditanyakan pasti, bisa dijawab. Itu rupanya yang membuat Bung Karno respek pada protokolnya yang serba bisa.

Suatu hari ketika Riyasse membawa dua orang temannya dari kepolisian Ida Bgs. Mahadewa dan Boy Dharmayuman kelakarnya jadi tambah ramai. Saat selesai sarapan Bung Karno diberi beberapa asupan obat-obatan. Si Boy yang suka usil bertanya kepada Bung Karno:  “Kok asupan obatnya banyak sekali?”

Bung Karno menjawab “Bapak kan sudah tua. Tapi yang satu ini obat istimewa. apa itu pak? Kamu ngertikan kan, Bapak kan sudah tua”.

    Si Boy nyerocos saja ya saya tahu itu kan obat kuat. Semua yang hadir tertawa renyah. Akhirnya setiap Bung Karno datang ke Bali Riyasse selalu di temani dua orang temannya dari Kepolisian itu.

Koreksi Pembangunan

    Pengamatan saya, Bung Karno merupakan tokoh yang punya sikap tegas dan terbuka. Begitu sampai di Airport Tuban dan istirahat sejenak di VIP ROOM Bung Karno langsung panggil petugas agar patung-patung yang kurang pas bentuknya dibongkar dan diganti dengan yang lebih bagus.
   Demikian juga saat meninjau Yayasan Kebudayaan Bali (YKB) yang letaknya sebelah selatan Museum Bali. Begitu BK masuk ruangan,  petugas dipanggil untuk membuka korden bermotif kembang-kembang agar diganti dengan yang polos.

    Tidak itu saja, malam harinya ketika menyaksikan tari-tarian di Istana Tampaksiring,  Bung Karno minta para penarinya turun. Langsung Bung Karno tersenyum dan kasih tahu mereka cara ber- make up yang benar di malam hari supaya kelihatan lebih cantik. Setelah itu Bung Karno memberikan oleh-oleh berupa scraf yang di bungkus kertas Koran. Meski hanya berupa selendang  leher para penari tampak gembira dan terharu menyikapi rasa kebapakan Bung Karno.

    Suatu hari Bung Karno mengajak Riyasse jalan-jalan berdua saja, didampingi ajudan dan sopir. Setelah berangkat Bung Karno baru bilang mau melihat museum Le Mayeur. Bung Karno diterima karyawan penunggu Gellery karena Bos Museum sedang bepergian. Setelah keliling  melihat-lihat,  Bung Karno menunjuk sebuah lukisan bertelanjang dada sedang memetik bunga di telaga yang tidak lain adalah istrinya Le Mayeur sendiri yang bernama Ni Polok.

    Setelah diamati dari segala sudut pandang Bung Karno menjatuhkan pilihan pada lukisan tersebut dan bilang sama Riyasse: “ Yang ini bapak suka”. Merasa tidak membawa uang Riyasse bertanya kepada Bung Karno,  “Siapa yang bayar Pak?”. Bung karno juga bilang  tidak bawa uang.

“Coba tanya Pak Sabur (Ajudan)  apa dia bawa uang gak?”

   Setelah dipanggil dan diberitahu,  Pak Sabur langsung membayarnya. Itulah yang terjadi.

  Pada suatu hari, BK istirahat dan menikmati hiburan malam dengan mengundang pejabat daerah se-Bali. Acara waktu itu berlangsung riang gembira dengan hiburan  yang sedang ngetrend. Bung Karno turun dengan gaya seperti anak muda. Tepat jam 24.00 terdengar suara protokol agar Bapak Presiden Soekarno meninggalkan ruangan. Ini atas nasehat Dokter pribadinya agar beliau istirahat. Meski ngedumel beliau terpaksa meninggalkan ruangan. Ternyata peristiwa itu adalah saat terakhir Riyasse menghandle Bung Karno sebelum meletus musibah G30S/ PKI, 30 September 1965. (*).-

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com