Denpasar, dewatanews.com - Transformasi digital di sektor peternakan menawarkan solusi efisiensi yang signifikan di tengah meningkatnya biaya operasional. Meski demikian, modernisasi ini tidak serta-merta dapat diterapkan secara instan di seluruh lapisan peternak. Keterbatasan pengetahuan teknis masih menjadi hambatan utama yang menuntut adanya proses adaptasi secara bertahap.
Hal tersebut diungkapkan oleh praktisi dan sekaligus Direktur UD. Agrosari Satwa, I Gusti Bagus Angga Pratama, S.E., M.M., saat menyoroti isu dinamika industri peternakan sapi modern dalam kuliah terbuka yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Prodi Peternakan, Fakultas Pertanian, Sains dan Teknologi, Universitas Warmadewa secara daring pada Kamis (27/11).
Menurutnya, urgensi peralihan ke teknologi digital semakin terasa ketika metode konvensional mulai membebani margin keuntungan peternak.
Angga menjelaskan bahwa pengelolaan peternakan sapi secara manual kini menghadapi tantangan berat, terutama dari sisi pembiayaan. Metode konvensional sangat bergantung pada kuantitas tenaga kerja manusia (labor-intensive), yang berimplikasi langsung pada tingginya biaya operasional bulanan.
"Teknologi digital sangat membantu dalam handling sapi. Kalau kita bertahan dengan cara manual, itu membutuhkan dana besar dan harus terus menambah tenaga kerja seiring bertambahnya populasi ternak," ujar Angga.
Dengan adopsi teknologi, seperti sistem pemantauan otomatis atau manajemen pakan terintegrasi, ketergantungan pada jumlah tenaga kerja fisik dapat ditekan. Hal ini memungkinkan alokasi dana operasional dialihkan untuk peningkatan kualitas nutrisi atau kesehatan hewan.
Kendati manfaatnya nyata, Angga mengakui bahwa tidak semua pelaku usaha ternak mampu langsung menyerap teknologi ini dalam model bisnis mereka. Hambatan terbesar bukan semata-mata pada modal investasi alat, melainkan pada kapasitas Sumber Daya Manusia (SDM).
"Tapi tidak semua mampu mengadopsi dalam peternakan modern. Masalah utamanya seringkali karena keterbatasan terkait pengetahuan cara kerja teknologi itu sendiri," jelasnya.
Gap pengetahuan ini menciptakan risiko tersendiri. Jika teknologi canggih diterapkan tanpa pemahaman operasional yang mumpuni, alat tersebut justru menjadi investasi mangkrak yang tidak memberikan return on investment (ROI) yang diharapkan.
Sebagai solusi jalan tengah, Angga Pratama menyarankan agar implementasi teknologi dilakukan tidak secara drastis. Peternak disarankan untuk memulai dari sektor yang paling krusial dan mudah dipahami sebelum beralih ke sistem yang kompleks. "Implementasi teknologi digital mesti bertahap, tidak bisa langsung," tegas Angga.
Ia menekankan perlunya pendampingan dan edukasi berkelanjutan agar para peternak dapat beradaptasi dengan kultur kerja baru berbasis data dan otomatisasi. Dengan strategi bertahap ini, diharapkan peternakan rakyat maupun skala menengah dapat bertransformasi menjadi peternakan modern yang efisien tanpa terguncang oleh perubahan sistem yang radikal.

No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com