Krama Desa Adat Bukian Suka Cita Gelar Tradisi 'Ngasa' - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

8/4/24

Krama Desa Adat Bukian Suka Cita Gelar Tradisi 'Ngasa'



Gianyar, dewatanews.com - Ada yang berbeda dilakukan Krama Desa Adat Bukian, Kecamatan Payanga, Gianyar, setiap Tilem Kasa. Mereka bersuka cita melaksanakan tradisi Ngasa yang telah diwarisi secara turun temurun. 

Digelar setiap dua tahun sekali di tahun genap, ini dimaknai sebagai ungkapan rasa terimakasih kepada para leluhur. Warga silih berganti berduyun-duyun membawa banten ke Setra Pura Dalem, dengan deretan banten gebogan.

Bahkan juga ada menyertakan uang tunai, perhiasan emas, kain, hingga sertifikat tanah. "Setiap keluarga macem-macem bawaannya. Ada uang, ada perhiasan. Jadi apa yang ada di rumah itu, itu yang diperlihatkan di tradisi ini," ungkap salah satu krama Banjar Bukian Kaja, I Wayan Sanu. 

Sementara itu, Bendesa Adat Bukian Drs I Made Suartana menjelaskan tradisi ini bisa dikatakan seperti Ngusaba Pitra, pelaksanaannya bahkan lebih meriah dari hari raya Galungan-Kuningan. Tradisi ini ditandai dengan krama menghaturkan sesaji Darpana dan Punjung di Setra Desa Adat Bukian. 

Bagi krama yang memiliki jenazah di setra yang belum diabenkan, maka upacaranya dilaksanakan di gegumuk kuburan. Sedangkan krama yang memiliki keluarga meninggal dan telah diabenkan, upacara pitranya dilakukan di bagian hulu setra.

Kata Suartana, tradisi ini tidak pernah tidak digelar. Krama tetap menjaga kelestarian tradisi ini sampai sekarang. Hanya saja, memang diakui terjadi pergeseran dari sisi material banten yang dihaturkan. 

"Dulu sesajennya spesial putih dan kuning. Menggunakan bunga juga putih kuning, sekarang lebih beragam karena perkembangan zaman. Menggunakan perhiasan emas," jelasnya. Salah satu pantangan dari tradisi ini tidak diperbolehkan menggunakan gula. "Harus pakai tebu," ujarnya. 

Tradisi ini dilaksanakan oleh 136 krama ayah dengan total 740 krama mipil. "Jika ada krama yang tidak bisa laksanakan di pura, tradisi ini dilaksanakan di depan merajan. Tidak pernah tidak dilaksanakan," tegasnya. 

Rangkaian Upacara Ngasa, krama Desa terlebih dahulu melaksanakan Pacaruan di Pura Mrajapati. Sedangkan di Pura Dalem dilaksanakan Piodalan dengan sarana Banten Bangkit dan sasaji lainnya. Piodalan di Pura Dalem hanya dilaksanakan selama sehari. 

"Sebesar apapun upacara di Desa Adat Bukian, hanya digelar satu hari mulai dari pagi langsung nyineb di malam hari. Tidak boleh lebih dari sehari," jelasnya. 

Selain itu, keunikan lain di Desa Adat Bukian pantang menyelenggarakan kesenian berupa tari-tarian dan bunyi-bunyian. 

"Di Pura Dalem ini tidak pernah ada pentas drama. Juga tidak ada pementasan tari Rejang, baris. Hanya ada tabuh tanpa penari. Karena diyakini ada yang menari secara niskala," ungkapnya. 

Tidak saja piodalan yang harus digelar satu hari penuh, setiap kali ada pembangunan pelinggih pun harus selesai dalam waktu sehari. 

"Kalau buat pelinggih harus jadi sehari. Itu kami yakini dan tidak pernah dilanggar," jelasnya. Bendesa Suartana berharap, tradisi Ngasa yang hanya ada di Desa Bukian ini tetap lestari sepanjang masa. (DN - Sty)

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com