Oleh : I Nyoman Arya Suyasa Karang
Denpasar, dewatanews.com - Ketahanan Pangan merupakan suatu keadaan di mana kebutuhan pangan bagi sebuah negara hingga tingkat individu terpenuhi sepenuhnya. Hal ini tercermin dari ketersediaan pangan yang mencukupi, baik dari segi kuantitas maupun kualitas, serta memastikan keamanan, keberagaman, kandungan gizi yang cukup, distribusi yang merata, dan harga yang terjangkau, sambil tetap memperhatikan nilai-nilai agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, sehingga memungkinkan kehidupan yang sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Pengembangan ketahanan pangan dan gizi dilakukan secara menyeluruh dengan melibatkan berbagai sektor terkait. Pendekatan ini bertujuan untuk mencapai ketersediaan pangan yang memadai melalui peningkatan produksi pangan dalam negeri dan perdagangan, serta mencapai stabilitas ketersediaan dan akses pangan di tingkat makro, menengah, dan mikro. Selain itu, juga penting untuk memastikan kualitas dan keamanan pangan yang mencukupi, serta jumlah konsumsi pangan yang memadai dengan dukungan infrastruktur yang ditingkatkan.
Ketahanan pangan global adalah keyakinan bahwa setiap negara memiliki kemampuan untuk memastikan akses terhadap pasokan pangan yang memadai melalui pengelolaan sumber daya pangan yang efisien, terutama dalam situasi bencana alam atau keadaan darurat yang dapat mengakibatkan kelangkaan pangan. Menurut Global Food Security Index (GFSI), pada tahun 2022, indeks ketahanan pangan global mencapai 62,2 dari total skala 100.
Angka tersebut menunjukkan penurunan dibanding periode sebelum pandemi, di mana pada tahun 2019, indeks ketahanan pangan global mencapai 62,6. Jika terdapat kesadaran terhadap dampak perdagangan terhadap ketahanan pangan dan gizi secara global di negara-negara di seluruh dunia, yang mendorong kerja sama dalam merancang kebijakan perdagangan dan investasi yang lebih baik guna mendukung pencapaian ketahanan pangan secara global.
Ancaman ketahanan pangan global terdiri dari berbagai faktor, seperti pemanasan global, perubahan iklim, pandemi, bencana alam, dan perang. Ketahanan pangan negara-negara di dunia lemah akan mengakibatkan bencana kelaparan akibat jumlah produksi pangan yang terus menurun. Perubahan iklim, yang disebutkan sebagai dampak dari pemanasan global, mempengaruhi ketahanan pangan nasional karena hasil panen menurun hingga gagal tanam. Salah satu factor dari pemanasan global adalah Food Waste.
Food Waste dapat menjadi ancaman ketahanan pangan karena Ketika makanan dibuang dengan sia-sia, bukan hanya sumber daya berharga seperti air, tanah, dan energi yang terbuang, tetapi juga upaya petani dalam memproduksi makanan menjadi percuma. Food Waste juga memperburuk masalah kelaparan karena makanan yang bisa digunakan untuk menyediakan makanan bagi orang-orang yang membutuhkan justru terbuang.
Pertanian berperan dalam rantai pasokan makanan, dan ketika makanan terbuang, hal itu menciptakan tekanan tambahan pada sistem pertanian untuk memproduksi lebih banyak makanan lagi. Ini dapat memperburuk dampak lingkungan dari pertanian, seperti deforestasi, penggunaan air yang berlebihan, dan polusi tanah.
Selain itu, Food Waste juga memperburuk ketidakstabilan ekonomi bagi petani dan produsen makanan, terutama di negara-negara dengan ketahanan pangan yang lemah. Dengan meminimalkan pemborosan makanan, kita bisa memperkuat ketahanan pangan global dengan memastikan bahwa makanan yang dihasilkan digunakan secara efisien untuk memenuhi kebutuhan manusia, bukan terbuang sia-sia.
Food Waste atau yang dalam bahasa Indonesia disebut dengan sampah makanan adalah makanan-makanan yang memiliki kualitas baik, akan tetapi karena beberapa faktor tertentu menyebabkan makanan tersebut tidak layak dikonsumsi kembali.
Sejalan dengan pengertian tersebut, Food and Agriculture Organization (FAO) menyatakan bahwa sampah makanan pada hakekatnya merupakan bahan atau makanan yang dapat dimakan sehat yang dimaksudkan untuk dikonsumsi manusia yang muncul di seluruh titik dalam rantai pasokan makanan yang hilang, terdegradasi atau dikonsumsi oleh hama. Kemudian Filho dan Kovaleva melalui jurnal Edoardo menyebutkan bahwa sampah makanan bisa berupa sisa makanan, sayur layu, buah busuk, dan juga makanan yang sudah kadaluwarsa yang sama sekali belum sempat dimakan atau bahkan belum dibuka dari bungkusnya.
Merujuk pada pengertian Food Waste yang telah dipaparkan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan Food Waste adalah makanan yang dapat dikonsumsi, akan tetapi karena adanya beberapa pemicu menyebabkan makanan tersebut dibuang begitu saja. Dalam hal ini, makanan-makanan yang termasuk dalam kategori Food Waste, seperti sayur- sayuran atau buah-buahan yang sudah busuk, daging yang tidak segar, nasi, roti, maupun sereal yang sudah basi, sampah dari sisa makanan yang tidak habis dikonsumsi, makanan yang sudah tidak dikonsumsi karena melewati batas waktu yang telah ditentukan atau dapat disebut dengan makanan kedaluwarsa (expired), dan sebagainya. Sampah makanan tersebut bisa saja bersumber dari rumah tangga, katering, gerai ritel, supermarket, restoran, maupun hotel.
Terdapat beberapa alternatif yang dilakukan oleh masyarakat dalam mengatasi Food Waste, cara yang pertama adalah pemanfaatan Food Waste untuk budidaya kompos, selanjutnya cara yang kedua, yakni mereka yang membuang Food Waste melalui program bank sampah, dan cara yang terakhir yakni mereka yang membuang langsung ke TPA.
Nampaknya, cara ketiga inilah yang masih sering dilakukan oleh masyarat Indonesia. Masyarakat yang cenderung lebih senang menumpukkan sampah makanannya ke TPA berpotensi menyebabkan pencemaran lingkungan. Hal ini karena penumpukan Food Waste tersebut dapat menghasilkan gas metana dan karbondioksida yang dapat meng Dampakkan kerusakan pada lapisan ozon. Tidak berhenti pada kerusakan ozon, Food Waste yang tidak ditangani dengan bijak dapat meng Dampakkan pencemaran tanah, air, dan udara, hingga mendorong terjadinya pemanasan global.
Kementrian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) mencatat, provinsi bali menghasilkan 915,5 ribu ton timbulan sampah sepanjang tahun 2021, dari jumlah tersebut jenis sumber sampah terbanyak dengan proporsi mencapai 65,1% adalah sampah rumah tangga. Sumber sampah terbanyak di bali selanjutnya dari pasar dengan proporsi 27,97 dan kemudian sumber sampah dari kawaan sebesar 3,29%. Pada tahun 2022, Indra Wahyuni selaku Koordinator Riset Plastik dalam Rantai Pangan yang dilakukan PPLH Bali menyampaikan bahwa hasil riset menyatakan rata-rata rumah tangga menghasilkan sisa makanan 0,34/hari, rumah makan/café dihasilkan 2,93 Kg/hari, pasar Pasar Induk 108,2 kg per harinya, pasar tradisional sebanyak 64,05 Kg/hari. Jumlah sampah sisa makanan yang dihasilkan rumah tangga mempengaruhi tingkat ketahanan pangan.
Food Waste memiliki dampak serius terhadap lingkungan. Pertama-tama, pembuangan makanan yang tidak terkelola dengan baik dapat menyebabkan pencemaran udara dan tanah. Ketika makanan membusuk di tempat pembuangan sampah, proses pembusukan menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca yang kuat, menyumbang pada perubahan iklim global.
Selain itu, dalam proses pembusukan, makanan tersebut dapat menghasilkan cairan beracun yang dapat mencemari tanah dan air tanah di sekitarnya. Kedua, Food Waste juga berkontribusi pada masalah manajemen sampah. Jumlah makanan yang dibuang setiap hari menambah beban sampah kota, meningkatkan kebutuhan akan tempat pembuangan sampah, dan meningkatkan risiko pencemaran lingkungan. Pemanfaatan lahan yang besar untuk pembuangan sampah juga dapat mengancam keberlanjutan lingkungan dan lahan pertanian di sekitarnya. Selain itu, Food Waste juga membuang sumber daya alam yang digunakan dalam produksi makanan, seperti air dan energi. Ketika makanan dibuang, semua sumber daya yang digunakan dalam proses pertanian, transportasi, dan pengolahan menjadi sia-sia. Hal ini tidak hanya berdampak pada lingkungan, tetapi juga dapat mengancam ketahanan pangan dan ekonomi local.
Food Waste adalah isu yang tidak dapat dianggap remeh, dan esensial untuk disadari bahwa setiap tindakan kecil dalam mengurangi pemborosan pangan dapat memberikan kontribusi yang positif terhadap ekosistem dan masyarakat secara umum. Di tengah perhatian global terhadap problematika ini, Indonesia memegang peran yang tidak boleh diabaikan. Sebagai salah satu negara dengan produksi makanan terbesar di Asia Tenggara, Indonesia perlu mengambil langkah nyata untuk mengurangi Food Waste.
Pengelolaan yang lebih baik terhadap Food Waste sangat penting untuk menjaga keberlanjutan lingkungan, mengurangi emisi gas rumah kaca, dan memastikan penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien dalam sistem pangan kota tersebut. Upaya untuk meningkatkan kesadaran masyarakat, mendorong praktik-praktik pengurangan pemborosan makanan, dan memperbaiki infrastruktur pengelolaan sampah dapat membantu mengurangi dampak negatif Food Waste terhadap lingkungan.
Meningkatkan ketahanan pangan melalui pertanian yang berkelanjutan dan mengurangi Food Waste menjadi prioritas utama dalam menjaga keseimbangan antara pasokan makanan dan permintaan yang terus meningkat. Langkah-langkah yang perlu diambil meliputi penerapan praktik pertanian berkelanjutan, seperti rotasi tanaman dan penggunaan pupuk organik, untuk menjaga produktivitas tanah dalam jangka panjang. Penggunaan teknologi pertanian modern, seperti irigasi tetes dan pemantauan satelit, juga memainkan peran penting dalam meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan hasil panen.
Selain itu, edukasi dan pelatihan kepada petani tentang praktik berkelanjutan dan manajemen risiko dapat membantu meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen. Pengelolaan Food Waste melalui perbaikan rantai pasokan makanan, infrastruktur penyimpanan yang lebih baik, dan edukasi masyarakat juga menjadi kunci dalam mengurangi pemborosan makanan. Dukungan kebijakan dan regulasi yang mendukung pertanian berkelanjutan serta pengurangan Food Waste juga diperlukan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan ketahanan pangan secara menyeluruh. Dengan langkah-langkah ini, diharapkan dapat tercapai ketahanan pangan yang lebih baik sambil melindungi lingkungan dan meminimalkan kerugian hasil panen akibat pemborosan makanan.
Kesimpulan dari paparan ini menggaris bawahi urgensi meningkatkan ketahanan pangan melalui pertanian berkelanjutan serta mengurangi Food Waste. Pertama-tama, dipahami bahwa ketahanan pangan bukan sekadar tentang ketersediaan makanan, tetapi juga tentang keberlanjutan produksi, distribusi yang adil, dan akses yang merata bagi semua individu. Hal ini melibatkan berbagai sektor dan dimensi, termasuk aspek ekologi, sosial, ekonomi, dan kebijakan. Food Waste menjadi fokus karena dampaknya yang signifikan terhadap ketahanan pangan dan lingkungan.
Food Waste tidak hanya menghabiskan sumber daya berharga seperti air, tanah, dan energi, tetapi juga menciptakan tekanan tambahan pada sistem pertanian dan lingkungan. Ini juga berkontribusi pada masalah manajemen sampah, pencemaran lingkungan, dan emisi gas rumah kaca. Indonesia, sebagai salah satu produsen makanan terbesar di Asia Tenggara, memiliki tanggung jawab besar dalam mengatasi Food Waste.
Langkah-langkah konkret seperti meningkatkan kesadaran masyarakat, mendorong praktik pengurangan pemborosan makanan, dan memperbaiki infrastruktur pengelolaan sampah menjadi sangat penting. Selain itu, pembangunan pertanian yang berkelanjutan juga krusial. Ini mencakup penerapan praktik berkelanjutan seperti rotasi tanaman, penggunaan pupuk organik, dan teknologi pertanian modern untuk meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya dan hasil panen. Edukasi dan pelatihan kepada petani tentang praktik berkelanjutan dan manajemen risiko juga diperlukan.
Dukungan kebijakan dan regulasi yang mendukung pertanian berkelanjutan serta pengurangan Food Waste menjadi kunci dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi peningkatan ketahanan pangan secara menyeluruh. Harapannya, dengan langkah-langkah ini, dapat tercapai ketahanan pangan yang lebih baik sambil melindungi lingkungan dan meminimalkan kerugian hasil panen akibat pemborosan makanan.
Referensi:
Bambang, Hermanu. (2022). “Pengelolaan LimbahMakanan (Food Waste) Berwawasan
Lingkungan Environmentally Friendly Food Waste Management” Jurnal Agrifoodtech, Vol. 1, No. 1
Afifah, Roidah. 2018. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERILAKU RUMAH
TANGGA TERHADAP FOOD WASTE. Diakses melalui: http://repository.ub.ac.id/13165/1/ROIDAH%20AFIFAH.pdf
Hermanu, B. (2022). Pengelolaan Limbah Makanan (Food Waste) Berwawasan Lingkungan Environmentally Friendly Food Waste Management. Jurnal Agrifoodtech, 1(1), 1-11.
Dinas Pertahanan dan Ketahanan Pangan Provinsi Bali. (2022). https://distanpangan.baliprov.go.id/polemik-isu-pemborosan-pangan-food-loss-dan-food-waste/
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com