Menyingkap Tabir Lovina di Bali Utara - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

10/2/16

Menyingkap Tabir Lovina di Bali Utara


Oleh :  Made Tirthayasa

Pantai Lovina, sebagai salah satu pesona alam yang  merupakan kawasan wisata Bali Utara, terletak 10 Km sebelah barat Kota Singaraja. Wisatawan, baik asing maupun lokal banyak berkunjung ke objek wisata Lovina. Selain untuk melihat pantainya yang masih alami, juga untuk melihat ikan lumba-lumba yang banyak terdapat di pantai ini. Dengan menyewa perahu nelayan. Berbagai penginapan, mulai dari Inn hingga Cottages tersedia dengan harga yang sangat terjangkau.

         Menyinggung sejarah Lovina, tentunya tidak bisa lepas dengan sosok Anak Agung Panji Tisna. Nama Panji Tisna sering ditulis Pandji Tisna. Sekitar 1950-an, Anak Agung Panji Tisna pernah melakukan perjalanan ke beberapa negara di Eropa dan Asia. Apa yang menarik perhatian beliau terutama adalah kehidupan masyarakat di India. Dia tinggal beberapa minggu di Bombay (sekarang Mumbai). Cara hidup dan kondisi penduduk di sana, serta merta mempegaruhi cara pikir dan wawasan beliau ke depan untuk Bali, terutama pembangunan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Buleleng.

         Sementara itu Panji Tisna, juga melihat suatu tempat yang ditata indah untuk orang-orang berlibur di pantai. Tanah tersebut memiliki kesamaan dengan tanah miliknya di pantai Tukad Cebol, Buleleng, Bali Utara yang terletak di antara dua buah aliran sungai. Inspirasi Panji Tisna muncul untuk membangun sebuah peristirahatan seperti itu.

         Kembali dari luar negeri pada tahun 1953, Anak Agung Panji Tisna yang pernah berkuasa sebagai Raja Buleleng ini segera menyatakan inspirasinya dan mulai membangun di tanah miliknya, sebuah pondok bernama ”LOVINA”. Tempat ini dimaksud untuk para ”pelancong” istilah sekarang ”turis”, untuk berlibur. Dilengkapi dengan 3 kamar tidur untuk menginap dan sebuah restoran kecil di pinggir laut yang diberi nama ”Tasik Madu”.

         Waktu itu, beberapa pengamat bisnis mengkhawatirkan, bahwa rencana Panji Tisna tidak akan berhasil seperti yang diharapkan. Terlalu awal waktunya untuk membuat usaha sejenis itu di pantai terpencil seperti di Tukad Cebol. Pengamat budaya lokal menyatakan ”Lovina” salah sebuah kata, bukan bahasa Bali. Selanjutnya lagi, tidak ada huruf ”v” dalam aksara Bali. Komentar lain mengatakan dengan tegas, jangan menggunakan kata ”Lovina”, sebaiknya dihapus saja.

        Anak Agung Panji Tisna, pada tahun 1959, menjual Penginapan Lovina kepada kerabatnya yang lebih muda, Anak Agung Ngurah Sentanu (22 tahun), sebagai pemilik dan manajer. Bisnis ini berjalan cukup baik. Namun, tidak ada pelancong atau turis. Hanya datang beberapa teman Panji Tisna berasal dari Amerika dan Eropa, serta pejabat pemerintah daerah dan para pengusaha untuk berlibur. Merasa beruntung juga, karena pada hari-hari khusus, seperti hari Minggu dan hari libur, juga pada hari raya seperti Galungan dan Kuningan, banyak orang termasuk pelajar datang menikmati alam pantai.

       Sejak jaman penjajahan Belanda sampai jaman kemerdekaan, Singaraja dikenal sebagai ibu kota, baik sebagai  ibukota Sunda Kecil yang meliputi Lombok, Sumbawa, Flores dan Timor maupun sebagai ibukota Provinsi Bali. Status ini bertahan mapan sebagai pusat pemerintahan dan kegiatan perdagangan. Bahkan, satu-satunya pelabuhan laut saat itu di Bali, yakni Pelabuhan Buleleng merupakan pelabuhan ekspor impor. Namun kondisi seperti itu tiba-tiba berubah. Pada tahun 1960, Singaraja tidak lagi sebagai ibukota, karena digantikan oleh Denpasar, yang selanjutnya menjadi ibu kota provinsi Bali. Akibatnya jelas, kegiatan pembangunan, dan perdagangan turun tajam di Singaraja, dan wilayah utara Bali pada umumnya. Memerlukan waktu bertahun-tahun untuk membangkitkan kondisi normal di Bali Utara.

        Sejak Hotel Bali Beach dibangun pada tahu 1963, pariwisata mulai dikenal di Bali. Pembangunan fasilitas pariwisata, seperti hotel dan restoran mulai menyebar ke seluruh Bali. Para turis berbondong-bondong datang ke Bali, setelah Bandara Ngurah Rai dibuka tahun 1970. Pemerintah Buleleng memprogramkan agar sektor pariwisata dipacu sebagai salah satu andalan untuk kemajuan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat. Dalam pada itu, sorotan tertuju pada peran Lovina dalam kegiatan pariwisata. Maka, muncul pengakuan dan penolakan kehadiran Lovina.

        Di wilayah timur Buleleng, pemandian alam Air Sanih di Desa Bukti, Kecamatan Kubutambahan bangkit sebagai saingan Lovina. Pengembangan Air Sanih mendapat dukungan yang lebih ketimbang Lovina, baik dari pihak pengusaha maupun pengamat pariwisata. Karena Air Sanih memang nama asli sebuah kolam alam di Desa Bukti, di belahan timur wilayah Buleleng. Tetapi pada turis minta para agen perjalanan untuk memilih Lovina.

        Pengembangan pariwisata di Bali yang pesat di tahun 1980, mendorong pemerintah membentuk kawasan-kawasan wisata, seperti kawasan wisata Kuta dan Sanur. Di Kabupaten Buleleng dibentuk kawasan wisata ”Kalibukbuk” dan ”Air Sanih”. Dalam waktu itu, ada arahan dari Gubernur Bali, agar nama Lovina tidak dikembangkan lagi, karena nama itu tidak dikenal di Bali. Lagipula yang seharusnya dikembangkan adalah pariwisata budaya Bali. Karena itu, para pengusaha selanjutnya memakai nama-nama seperti Menggala, Krisna, Angsoka, Nirwana, Lila Cita, Banyualit, Kalibukbuk, Aditya, Ayodia dan lainnya.

        Sedangkan Anak Agung Panji Tisna sendiri sudah membangun hotel dengan nama ”Tasik Madu”, terletak 100 meter di sebelah barat Lovina, yang menjadi tempat tujuan alternative. Sedangkan Lovina tidak boleh dihadirkan. Nama Lovina disimpan oleh pemiliknya Anak Agung Ngurah Sentanu. Setelah Pondok Lovina direnovasi, selanjutnya memakai nama alias yaitu: Pondok Wisata Permata (Permata Cottages).

         Dunia pariwisata telah mengenal Lovina sejak lama sebagai sebuah destinasi di Bali Utara. Permintaan dari pebisnis dan agen perjalanan pun menuntut agar Lovina dihadirkan kembali. Usaha untuk mengangkat Bali Utara sebagai destinasi wisata antara lain, adalah dengan cara mempopulerkan Lovina. Nama ”Lovina” (Lovina Beach Hotel). Akhirnya Lovina ”menguasai” tidak kurang dari 6 pantai desa asli.

        Deretan pantai tersebut berada di dua wilayah kecamatan bersebelahan, yaitu Kecamatan Buleleng dan Kecamatan Banjar. Yang ada di Kecamatan Buleleng, yaitu Pantai Bina Ria di desa Kalibukbuk, pantai Banyualit di Banjar Dinas Banyualit, pantai Kubu Gembong di Desa Anturan. Pantai Hepi di Desa Tukadmungga, pantai Penimbangan di desa Pemaron dan Baktiseraga. Sedangkan di Kecamatan Banjar, ada pantai Tukad Cebol di desa Kaliasem, pantai Temukus di Desa Temukus. Semua pantai tersebut bergabung dalam nama Pantai Lovina. Sedangkan, nama kawasan resmi adalah ”Kawasan Wisata Kalibukbuk”.

      Lovina yang sejak lahir ditolak, tidak diakui, diragukan, dicurigai. Namun sekarang, Lovina telah membawa berkah untuk banyak orang. Impian Anak Agung Panji Tisna sejak 1953 telah terwujud. Lovina yang bersejarah berbentuk Lovina Beach Hotel masih ada dan dipelihara oleh Anak Agung Ngurah Sentanu sampai sekarang.

        Penulis pribadi sempat "dekat" dengan alm. Panji Tisna di era 70-an ketika saya masih aktif di RRI Singaraja mengasuh Sanggar Embun Pagi dan rutin membantu mendampingi Pak Sukada yang Dosen Fak.Sastra Unud ketika mengajak mahasiswa bertemu dengan beliau di Hotel Tasik Madu, Lovina.

     Arti ”Lovina”, ”Love” dan ”Ina” yang diartikan sebagai Love Indonesia, tidak sesuai dengan konteks Panji Tisna. Istilah ”INA” adalah singkatan untuk kontingen atau rombongan Indonesia untuk Asian Games 1963. Sedangkan, Lovina didirikan pada tahun 1953.

     Menurut Panji Tisna, Lovina memiliki makna filosofis, campuran suku kata ”Love” dan ”Ina”. ”Love” dari bahasa Inggris berarti kasih yang tulus dan ”Ina” dari bahasa Bali atau bahasa daerah yang berarti ”ibu”. Menurut penggagasnya, Anak Agung Panji Tisna, arti ”Lovina” adalah  ”Cinta Ibu” atau arti leluhurnya adalah ”Cinta Ibu Pertiwi”.

     Pengelingsir Puri Agung Singaraja, Anak Agung Ngurah Ugrasena menyebut, kiprah Anak Agung Pandji Tisna di bidang pariwisata sebagai pelopor pariwisata di Buleleng, Bali Utara sebagai pendiri kawasan wisata Lovina telah diakui oleh masyarakat dan pemerintah Provinsi Bali.

    Demikian pula kiprahnya di dunia pendidikan dengan mendirikan berbagai sekolah, antara lain Perguruan Bhaktiyasa di Singaraja tahun 1948 dan perpustakaan Udyana Adnyana Bhuwana (UAB) yang akan tetap dikenang sebagai wahana pencerdasan kehidupan bangsa.

   Dengan ”Jejak Langkah Napas Anak Agung Pandji Tisna” ini diharapkan masyarakat Bali khususnya dan masyarakat Nusantara, bahkan dunia akan dapat mengenal lebih dekat sosok budayawan, tokoh pendidikan, perintis pariwisata dan raja Buleleng terakhir serta tokoh pembaharuan di Bali ini.—

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com