Badung,
Dewata News.com — Masyarakat
Desa Sibang, Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali, merasa tak nyaman dengan
keberadaan warung patokan di Blumbangan.
Warung patok itu tak hanya menjual minuman keras, berupa tuak dan bir. Warung
ini juga diduga menyediakan perempuan pekerja seks komersial (PSK).
Saat salah
seorang awak media memasuki wilayah Blumbangan, Sabtu (19/09),
pukul 13.00 Wita, musik disco menggema dari setiap warung patok. Di
mana sedikitnya terdapat tujuh warung patokan.
Tiga hingga enam perempuan berpakaian serba mini dan rias wajah menor
menanti pelanggan sembari duduk-duduk di depan warung. "Sini, mampir mas.
Kebetulan lagi sepi," ujar mereka ketika ada pengendara muda lewat.
Saat masuk di satu dari warung patokan, di belakang meja dagangan
terdapat bangunan dari batako yang disekat-sekat seperti warung internet
(warnet).
Di sana, sempat memesan secangkir kopi. Kopi tersebut dibawakan seorang
perempuan cantik, MA, berusia 30 tahun, mengaku berasal dari Jember, Jawa
Timur.
Setelah membawakan secangkir kopi yang dipesan, MA bukannya kembali ke
depan warung. Malah ia menemani menikmati kopi.
Dalam perbincangan, MA mengatakan, bila membeli dua botol bir, maka akan
mendapatkan satu cewek yang bebas diapa-apain, kecuali bercinta atau
dalam bahasa mereka ”keluar”. Sebab bila ingin ”keluar” harus ada bayaran
khusus.
"Saya sih jarang ‘keluar'. Tapi kalau mau, bayar Rp1 juta
ya. Nggak usah di penginapan, di gubuk saja boleh ngamar, yang penting
aman," ujar MA.
MA merupakan ibu dari seorang anak yang kini tengah mengurus perceraian
dengan suaminya. Ia mengaku bekerja seperti ini, karena frustrasi atas kelakukan
suaminya yang kerap bermain perempuan.
"Sebenarnya sih saya sedih bekerja kayak gini,
kasihan anak. Tapi karena saya frustrasi dimainkan suami dan tidak ada
pekerjaan lain, ya saya jalani saja. Saya akan berhenti kerja kayak gini
kalau sudah dapat suami yang baik," ujarnya.
Berdasarkan informasi yang dihimpun dari pelayan-pelayan di sana,
diketahui ada seorang pelayan yang masih berstatus mahasiswi di sebuah
universitas di Denpasar. Tarifnya relatif mahal dari perempuan lainnya. Tarif
membelai Rp1 juta dan tarif ”keluar” mencapai Rp5 juta.
Namun pada saat itu, mahasiswi tersebut
tidak berada di tempat. "Kalau mau nyari dia, tidak bisa langsung nyelonong.
Harus janjian dulu,” ujar MM.
Setiap warung menyediakan bir yang dijual seharga Rp45 ribu per botol
kecil.
Ternyata, minuman yang dilarang beredar sembarangan oleh pemerintah,
mereka dapatkan dari seseorang tidak dikenal, yang setiap hari menyediakan lima
kerat bir untuk masing-masing warung. "Setiap hari ada yang bawakan bir ke
sini. Saya tidak tahu orangnya dari mana," kata MM. (DN ~ PB).—
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com