Puri Lumbung di Desa Wisata Munduk
Buleleng, Dewata News.com — Buleleng dikenal dengan tofografi wilayahnya nyegara Gunung. Kabupaten paling utara di Pulau Bali itu tidak bisa dipisahkan dari potensi pemandangan panorama alam. Kondisi ini secara otomatis memunculkan adanya potensi pengembangan pariwisata alam yang tidak kalah dengan di daerah lain.
Buleleng, Dewata News.com — Buleleng dikenal dengan tofografi wilayahnya nyegara Gunung. Kabupaten paling utara di Pulau Bali itu tidak bisa dipisahkan dari potensi pemandangan panorama alam. Kondisi ini secara otomatis memunculkan adanya potensi pengembangan pariwisata alam yang tidak kalah dengan di daerah lain.
Desa-desa di Bali Utara memiliki pemandangan alam indah. Tak heran
belakangan ini mulai dilirik wisatawan asing untuk berlibur. Selain potensi
alamnya nan indah, desa-desa di Buleleng dikunjungi wisman karena memiliki
tradisi unik, budaya, dan aktivitas pertanian dan juga perkebunan yang
dilakukan dengan cara tradisional.
Salah satu desa di Buleleng yang ramai dikunjungi tamu mancanegara
adalah Desa Munduk, Kecamatan Banjar. Warga di desa ini telah berhasil
mengembangkan dan mengelola potensi pariwisata dengan baik. Warga di desa
berhawa sejuk itu kini banyak mengelola akomodasi wisata. Seperti home stay,
guest house, dan restoran. Selain itu, warga juga banyak menjadi pemandu
tamu asing yang berlibur di Munduk.
Keterlibatan warga lokal ini berkat kebijakan pihak desa pakraman
melalui awig-awig yang membatasi pengelolaan akomodasi pariwisata
dilakukan oleh pemilik modal (investor-red). Tak heran, jika usaha dibidang
pariwisata ini kini menjadi penghasilan tambahan warga pribumi selain
mengandalkan hasil panen cengkeh atau kopi.
Putu Ardana salah satu pelaku pariwisata di Desa Munduk, menceritakan,
potensi pariwisata di desanya itu sebenarnya tercipta dengan sendirinya.
Bahkan, sejak dahulu tamu asing sudah datang ke desa yang terkenal dengan hasil
cengkeh dan kopi tersebut.
Salah satu bukti desa ini sudah pernah dikunjungi wisatawan mancanegara
(wisman) adalah sebuah bangunan tempat peristirahatan (pesanggrahan-red).
Bangunan di pusat desa ini berarsitektur jaman Belanda. Konon, tamu mancanegara
sering memanfaatkan bangunan pesanggrahan itu saat berkunjung ke Desa
Munduk.
"Kalau dari sejarah pariwisata di Munduk ada dengan sendirinya. Selain
bangunan pesanggrahan jaman Belanda, ada bukti lain pemenang nobel sastra
terbaik asal India, Rabindranath Tagore pernah menginap di Munduk,’’
katanya.
Sekitar tahun 1992, lanjut Ardana, salah seorang pelaku pariwisata
Nyoman Bagiarta pertama kali membangun fasilitas penginapan di Munduk. Upaya
yang dilakukan itu awalnya justru dicibir. Banyak pihak tidak yakin tamu asing
mau berkunjung ke Munduk.
Rupanya anggapan itu tidak benar adanya. Tamu mancanegara justru mulai
tertarik berkunjung ke Munduk. Sejak itu, penginapan lain pun mulai bertambah.
Menariknya, pengembangan fasilitas akomodasi wisata itu banyak digeluti
warga lokal.
‘’Dulu apa yang dilakukan Pak Bagiarta itu banyak mencibir. Banyak
kalangan tidak yakin ada tamu berkunjung ke desa kami. Meski banyak cibiran
rupanya tamu mulai tertarik berkunjung. Akhirnya pengembangan akomodasi
wisata digeluti warga lokal,’’ tegasnya.
Meski pengelola warga lokal yang notabene kemampuan sumber daya menusia
(SDM) masih lemah, kondisi itu tidak menghalangi warga terus berusaha mengelola
potensi pariwisata Desa Munduk. Dengan modal penginapan model home stay,
guest house atau mengantar tamu tracking, warga belajar
berinteraksi dengan wisatawan dan mempromosikan fasilitas akomodasi wisata yang
mereka jual. Pola seperti ini membuahkan hasil. Tingkat kunjungan wisatawan
mancanegara ke Desa Munduk dala setahun berada pada kisaran 50 persen.
Dominasi kunjungan wisatawan ke Munduk dari Eropa, Francis, Jerman, dan
Belanda. Wisatawan asing tertarik ke Munduk karena panorama alam yang masih
alami. Selain itu ada aktivitas pertanian, seperti melihat hamparan kebun kopi
dan cengkeh. Terkadang tamu juga melihat aktivitas pengolahan hasil kebun milik
warga. Suasana alam yang tenang ini disukai tamu asing. Mereka bersantai sambil
membaca buku. Selain itu, di desa ini juga kaya seni, budaya dan kesenian
tradisional megangsing. Semuanya tetap lestari hingga kini.
Potensi itu diminati wisatawan asing.
Rata-rata tarif kamar penginapan di sini paling murah Rp100.000 sampai termahal
Rp1,2 juta tiap malam. Sedangkan tarif penginapan kelas home stay Rp150.000
hingga Rp250.000 tiap malam.
Ditanya dukungan instansi terkait dalam pengelolaan potensi wisata di
Desa Munduk, Ardana mengatakan sangat kurang. Bukannya membantu, namun
pemerintah justru mewajibkan pihak desa menyetorkan pendapatan dari sektor
pariwisata kepada pemerintah daerah.
Seperti, retribusi dari air terjun di Melanting. Kini rutin diminta
pemerintah daerah sebesar 50 persen. Sisanya lagi 50 persen baru dibagi untuk
desa dinas dan desa pekraman.
‘’Dukungan dari pemerintah sejak awal bisa dibilang kurang. Bukannya
membantu, tapi pemerintah justru meminta hasil kepada desa seperti
retribusi air terjun melanting, dan akomodasi wisata di sini sudah dipungut
pajak,’’ tegasnya. (DN~*).-
No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com