* Oleh : I Made Tirthayasa
Dewata News - Buleleng
PURA PEMAYUN di Banjar Adat Pakraman Banjar Tegal, Singaraja, setiap hari Rabu Kliwon Pahang, menyelenggarakan Piodalan Agung, seperti upacara yang berlangsung pada hari Rabu (25/06). Kendati asal-usul Pura Pemayun di wilayah Kelurahan Banjar Tegal itu tidak dikenal orang dan tak dapat diselidiki dari nama-nama dewa yang dipuja disana, tampaknya memiliki hubungan seni historis dan seni legendaris dengan raja Buleleng. Pahlawan itu adalah Anglurah Ki Gusti Panji Sakti.
Pusaka yang menjadi atribut terpenting dalam Pura Pemayun itu adalah,
sebuah keris yang konon berasal dari tokoh legendaris itu. Lebih jauh
C.J.Grader yang menulis Poera Pemajoen van Bandjar Tegal itu mengungkapkan,
bahwa untuk meletakkan benda-benda keramat pada dasar dan tempat-tempat lain di
pura itu pada waktu pura mengalami perbaikan, maka diperlukan seorang keturunan
Panji Sakti melakukan perbuatan simbolis ini. Tempat pemujaan atau altar yang
terutama, diorientasikan ke arah timur dan adalah tempat pemujaan (pelinggih)
Dewa Ayu Ngurah Panji. Suatu fakta yang menghubungkan pura ini dengan Desa
Panji. Namun, sumber-sumber yang didapatkan sangat sedikit yang dapat
menjelaskan hubungan antara Pura Pemayun dan Panji Sakti. Kerisnya Panji Sakti
yang sekarang ini menjadi benda keramat (Pejenengan) di Pura Pemayun.
![]() |
Keris Pejenengan Panji Sakti (terbungkus kain merah) saat upacara pesuvian ke Pura Mumbul
|
Keris – Pejenengan Panji Sakti yang dikeramatkan ini disimpan dalam
bangunan khusus, sejenis ’’peti besi’’ berbentuk ruangan sembahyang (Kopel)
didirikan didalam pekarangan tempat si pemangku (juru sapuh Pura Pemayun). Dikeluarkan,
hanya pada waktu piodalan Pura Pemayun – bahkan, saat upacara pesucian ke Pura
Mumbul, selain pralingga, Pejenengan Panji Sakti juga ikut diusung. Dengan
adanya keris Panji Sakti itu, maka hubungan Pura Pemayun degan pura-pura di
Panji itupun dipertegas dan syah.
C.J. Grader yang menulis monograph ’’De Poera Pemajoen van Banjar Tegal
dan dimuat dalam majalah Jawa XIX,1939’’ menulis, Pura Pemayun disungsung dari
kasta-kasta triwangsa dan sudra bersama-sama. Pada awalnya, Pura Pemayun merupakan
pura panti – maksudnya, Pura Pemayun telah berkembang dari pura panti, meskipun
para anggota banjar tidak meyakini akan hal ini.
Dikisahkan juga tentang asal-usul keris Panji Sakti itu. Bhatara Dalem,
yaitu gelar yang umumnya dipakai untuk memuliakan raja Klungkung mempunyai
laskar yang terdiri dari empatpuluh prajurit. Ketika baginda ingin
mempersenjatai dengan keris, disuruhlah seorang membuat senjata. Keris-keris
itu diberi nama vasal raja-raja yang bersejarah. Akan tetapi keris yang dibawa oleh
Panji Sakti itu disebut I Baru Semang. Ketika ke-empatpuluh buah keris itu
selesai dibuat, Bhatara Dalem lalu membagi-bagikannya kepada ke-empatpuluh
orang anggota laskar itu. Akan tetapi, setelah semua itu menerima bagiannya,
masih ada satu bersisa. Ke-empatpuluh itu dikumpulkan kembali dan dihitung, dan
semua heran karena keris itu berjumlah tepat empatpuluh buah. Keris itu
dibagi-bagikan kembali, dan kembali kelebihan sebuah terjadi. Bagaimanapun
caranya membagikan, namun keadaan tetap demikian dan teka-teki ini tidak dapat
dipecahkan. Kemudian Bhatara Dalem menyerahkan keris kelebihan itu kepada Panji
Sakti yang telah dididik di istana Klungkung yang pada saat itu disebut I
Barak, yang berarti si Merah. Dengan keris itu, ia membunuh seseorang yang bergelar
Nyakan Gendis didekat Desa Panji.
| Bupati Agus saat hadir di Piodalan Pura Pemayun pada tahun 2013 |
Demikian inilah, maka hubungan antara Pura Pemayun dan dinasti Klungkung satu dinasti berdarah campuran Jawa-Bali. Tempat yang diduga menjadi tempat tinggal Panji Sakti di desa Panji masih ada. Di daerah Bali Selatan, banyak ceritra yang menyangkut nama Panji Sakti dalam berbagai expedisi yang dipimpinnya, dan ia-pun telah diduga berperang melawan Blambangan. Raja Buleleng dan Jero Anyar di Sukasada, keduanya mengaku keturunan Panji Sakti.
Menurut Van der Tuuk, ada keunikan di Pura Pemayun ini, bahwa Ratu
Demang dan Ratu Demung, belum pernah disebut-sebut dimana-mana dalam pura-pura
di Bali. Altar-altar tempat pemujaan di Pura Pemayun ’’dibintangi’’ dalam
ukuran dan keistimewaannya oleh ruangan kopel (gedong) bata untuk pelinggih
Dewa Ayu Ngurah Panji.Yang sangat menyolok, adalah bentuk padmasana yang
terletak di bawah atap, di atas dasar yang meninggi.Atap diatas padmasana
adalah suatu hal yang luar biasa di
Bali. Karena tempat itu diasosiasikan dengan Dewata Tertinggi, biasanya Surya
dan Siwa. Di Pura Pemayun, tempat itu adalah untuk Dewa Sakti Bayu. Dewa
inilah, katanya yang tertus di pura Pemayun karena bertahta di atas padmasana,
sampai-sampai para pedanda pun mau memujanya.
Pada upacara piodalan, juga ditampilkan ilen-ilen duwe, seperti
baris pendet, baris demang-demung. Pura Pemayun disungsung krama pemaksan dan
pesaren, namun bangunan pura itu sebagian dipelihara oleh krama banjar,
termasuk dinding pemisah ruang dalam dan ruang depan. Sedangkan ruangan
dalamnya adalah tanggung jawab krama banjar, yang juga harus memelihara altar
(pelinggih) tempat pemujaan Dewa Ayu Ngurah Panji dan tempat sesajen paling
barat. Bale pegongan dipelihara bersama tiga organisasi, sedangkan tembok
pemisah kedua ruangan, tembok disekitar depan dan semua bale-bale dan
altar-altar pemujaan lainnya adanya menjadi tanggung jawab pemaksan dan
pesaren. Pada saat upacara piodalan besar serta membutuhkan biaya banyak, krama
banjar diperlukan bantuannya, seperti pada piodalan ageng, Rabu – Kliwon
Pahang, 25 Juni 2014.(DN~TiR).—
· ***
I
Made Tirthayasa adalah Pemred Dewata News

No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com