Dari Wayang Wong Tejakula Melacak Kembali Kelahiran Seni Topeng Dunia - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

1/24/14

Dari Wayang Wong Tejakula Melacak Kembali Kelahiran Seni Topeng Dunia



Dewata News - Buleleng

Topeng merupakan salah satu bentuk ekspresi paling tua yang pernah diciptakan manusia. Di Nusantara, sebagian besar suku dan etnis memiliki seni topeng, baik seni dalam bentuk seni rupa atau seni kriya (penciptaan topeng itu sendiri) atau seni topeng dalam bentuk tari atau seni pertunjukan. Di Bali, topeng yang biasa disebut tapel, hingga kini tetap diusung sebagai sebuah bentuk ekspresi manusia secara niskala maupun sekala, baik dalam bidang seni rupa maupun seni pertunjukkan.


Desa Tejakula terletak di ujung timur kabupaten Buleleng dan berada di wilayah Bali Utara, merupakan salah satu desa berkembangnya pusat kesenian dengan gayanya yang sangat khas. Sejak abad ke 8, kegiatan seni tidak pernah berhenti seperti kesenian tari Baris, Rejang, Wayang Wong, Wayang Kulit, Kekawin dan lain-lain. Demikian pula keberadaan seni hiburan seperti kesenian Parwa, Arja, Topeng, Gong Kebyar, Angklung, Kecak, Joged, dan kesenian hiburan lainnya.


Selain itu, ada juga seni rupa, lukis, patung, kerajinan kayu, perak serta emas. Slogan atau motto para tetua desa Tejakula adalah Bina Kula Tunggal Kapti yang artinya berbeda wangsa atau etnis, tapi satu tujuan.

Di Bali terdapat sejumlah bentuk seni pertunjukan yang menggunakan topeng sebagai sarana utama. Misalnya seni Barong-Rangda, Topeng Pajegan, Topeng Panca, Prembon, dan Wayang Wong. Seperti juga kabupaten lain di Bali, Kabupaten Buleleng juga tremasuk salah satu wilayah penting dalam sejarah perkembangan topeng di Bali. Sebutlah Desa Tejakula di Kecamatan Tejakula bagian timur Kabupaten Buleleng. Di situ terdapat sekiatr 180 topeng atau tapel yang biasa digunakan oleh seka Wayang Wong di desa itu untuk memainkan kisah-kisah Ramayana. Jumlah itu belum termasuk topeng duplikat yang digunakan untuk memainkan Wayang Wong pada arena yang lebih sekular.

Sejumlah pemerhati topeng menyebut seni topeng di Tanah Air dipercaya berkembang mulai abad ke-17. Namun warga di Tejakula justru memperkirakan seni Wayang Wong yang menggunakan topeng khas di desa itu sudah hidup sekitar abad ke-16. Awal perkembangan wayang wong di Tejakula dimulai ketika dua orang pengalu (pedagang) datang ke desa itu untuk berdagang. Mereka adalah Sangsibatan dari Bangli dan Jelantik dari Klungkung. Mereka memutuskan tinggal di Tejakula. Dua orang itulah kemudian punya inisiatif merancang kesenian gambuh. Satu dari mereka menjadi penari parwa dan satu lagi menjadi penari gambuh. Dalam perkembangan selanjutnya kedua seniman-pedagang ini membentuk seka wayang wong.

Warga pun mengumpulkan kayu untuk dijadikan bahan tapel. Setelah kayu dipotong-potong, lalu ditinggalkan di sebuah tempat untuk dikeringkan. Ajaib, beberapa lama kemudian kayu-kayu yang sudah terpotong itu membentuk seperti wajah. Ada wajah seperti Anoman, ada seperti raksasa dan tokoh lain yang kerap dikenal dalam cerita-cerita Ramayana. Melihat keajaiban itu, semangat warga untuk membentuk seka wayang wong makin berkobar. Maka warga kemudian tinggal hanya membentuk dan mereka wajah secara lebih jelas dan lebih rinci. Sehingga bentuk-bentuk wajah tokoh dalam cerita Ramayana pun tuntas.

Generasi penerus seka Wayang Wong Tejakula, Ketut Suarna Dwipa, mengatakan bahwa warga Desa Tejakula kini mengempon sekitar 180 topeng. Topeng itu sungguh sakral dan distanakan di Pura Maksan. Topeng itu sangat beragam. Selain topeng berupa tokoh-tokoh penting dalam cerita Ramayana juga terdapat berbagai topeng dengan tokoh pendukung dalam cerita klasik itu. Topeng dari tokoh pihak Rama terdapat Rama, Laksmana, Wibisana, Sugriwa, Subali, Anggada, Susena, Nila, Nala, Gawa, Gawaksa. Tentu saja juga dua punakawan Tualen dan Wana (di Bali Selatan disebut Merdah). Di pihak Rahwana terdapat Rahwana, Kumbakarna, Patih Prasta, Akempana, Meganada, Surpenaka, Pregasa dan lain-lain dengan punakawan Delem dan Sangut. Di luar tokoh-tokoh penting itu terdapat topeng babi, gajah dan tapel hewan lain, termasuk berbagai bentuk wajah kera yang dalam cerita ada di pihak Rama. 

Di antara topeng itu juga terdapat tapel rangda dengan bentuk yang agak berbeda dengan Bali selatan. Jika di Bali Selatan Rangda memiliki empat caling di bagian atas dan bawah, Rangda di Tejakula memiliki dua caling di bagian bawah saja. Rangda ini biasa dikeluarkan dalam Wayang Wong ketika memainkan lakon Katundung Anggada, di mana Anggada sempat bertemu Durga. Durga itulah yang menggunakan tapel rangda. Selain bentuk topeng, perbedaan wayang Wong yang khas dengan wayang wong lain di Bali adalah stilisasi gerakan penarinya. Misalnya, tokoh-tokoh kera saat bergerak biasa menggunakan langkah nyigcig atau menjinjit. Yang lebih khas, semua pemain dalam Wayang Wong Tejakula menggunakan topeng, termasuk Dewi Sita.

Tidak ada yang cemas kalau Wayang Wong Tejakula akan punah. Kini generasi muda di desa itu sudah punya jiwa besar untuk menyambung regenerasi seka. Selain dua tokoh warga, Tusan dan Sujana Kompyang, terdapat sejumlah generasi penerus yang setia melanjutkan sejarah perkembangan topeng di desa pesisir tersebut. Misalnya Suarna Dwipa, tokoh muda yang punya ambisi besar untuk mempertahankan eksistensi Wayang Wong Tejakula, bukan hanya sebagai sebuah peninggalan yang sakral, namun juga sebagai sebuah bentuk seni yang terus-menerus bisa dikembangkan.

Wayang Wong Tejakula pernah mendapatkan perhatian dari perwakilan 56 negara yang tergabung dalam International Mask Arts And Culture Organization [ IMACO ]. Du-Hyun Kwon dan Hwang Zoo Hwa, dua dari sekian banyak tokoh penting dari Korea yang menjadi penggagas festival topeng internasional itu, pernah datang ke Buleleng menjadi tuan rumah festival bertaraf dunia.

Warga desa Tejakula Mengempon atau mengusung sekitar 180 Tapel { topeng } yang sangat sakral dan Distanakan di pura Maksan. Topeng dari tokoh pihak Rama terdapat Laksamana, Wibisana, Sugriwa, Subali, Anggada, Susena, Nila, Nala, Gawa, Gawaksa. Tentu saja juga dua punakawan, Tualen dan Wana { Di Bali selatan disebut Merdah } Di pihak Rahwana terdapat Kumbakarna, Prasta, Akempana, Meganada, Surpenaka, Pregasa dan lain-lain dengan punakawan Delem dan Sangut. Juga terdapat topeng babi, gajah, dan topeng hewan lain termasuk topeng kera.

Diantara topeng itu juga terdapat Tapel Rangda dengan bentuk yang agak berbeda dengan Bali selatan. Jika di Bali selatan, Rangda memiliki empat taring dibagian atas dan bawah. Rangda di Tejakula memiliki dua taring dibagian bawah saja. Rangda biasanya dipentaskan dalam tarian Wayang Wong ketika memainkan lakon " Katundung Anggada" atau Anggada diusir. Dimana Anggada sempat bertemu Durga. Dan Durga itu yang menggunakan Tapel Rangda.

Gaya dan gerakan penari Wayang Wong tejakula sangat berbeda dengan Wayang Wong di kabupaten lain. Misalnya tokoh kera saat bergerak biasa menggunakan langkah Nyigcig atau menjijit.

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com