Wujud Komitmen Gubernur Jaga Kesucian Pura dan Tegakkan Bhisama, Terkait Usulan Pura Hanya untuk Sembahyang, Bukan Daya Tarik Wisata - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

11/7/13

Wujud Komitmen Gubernur Jaga Kesucian Pura dan Tegakkan Bhisama, Terkait Usulan Pura Hanya untuk Sembahyang, Bukan Daya Tarik Wisata



Dewata News - Denpasar

Sikap tegas Gubernur Bali Made Mangku Pastika mengembalikan fungsi semua pura yang ada di Bali sebagai tempat yang benar-benar disucikan dan bukan sebagai daya tarik wisata merupakan wujud komitmennya dalam menegakkan bhisama, menjaga kawasan suci dan konsistensi penerapan Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRWP). Hal tersebut juga merupakan kesimpulan dari Sarasehan ‘Pembangunan Pariwisata Bali ke Depan’ di Gedung Kertha Saba, Selasa (5/11).

Seperti dirilis Humas Pemprov Bali , Sarasehan tersebut sekaligus membedah pro-kontra soal KSPN Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya yang belakangan berkembang makin liar. Selain itu, Gubernur juga akan mengusulkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono agar menunda pelaksanaan PP 50/2011 yang diantaranya memuat 11 KSPN di wilayah Bali. Dia berharap, pernyataannya tersebut tak dimanfaatkan lagi untuk membuat polemik di tengah masyarakat. Melalui Kepala Biro Humas Setda Provinsi Bali Ketut Teneng, Gubernur menegaskan bahwa sikapnya itu bukanlah karena tekanan sejumlah pihak yang dikembangkan sedemikian rupa di sebuah media atau spanduk penolakan KSPN Besakih yang bertebaran di sejumlah tempat. “Ini murni merupakan wujud komitmen Gubernur untuk menegakkan bhisama, Perda RTRWP dan menjaga kesucian pura,” ujarnya.

Keputusan Gubernur tersebut juga sejalan dengan pendapat yang mengemuka saat sarasehan berlangsung.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Prof Dr Ir I Gede Pitana MSc mengawali sarasehan dengan pemaparan tentang KSPN serta manfaatnya. Hanya saja, hampir seluruh tokoh umat dan akademisi yang hadir mengusulkan agar Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya tak diotak-atik. Seorang mahasiswa asal Kuta, I Made Bawa, bahkan membacakan bhisama. “Kalau pemimpinnya tidak mengindahkan bhisama, bencana itu akan datang, mulai gempa bumi, tsunami, wabah penyakit, hingga banjir dan sebagainya,” papar Made Bawa.


Sementara, Kepala Pusat Penelitian Kebudayaan dan Pariwisata Unud Dr. Agung Suryawan Wiranatha menyatakan setuju ada KSPN di Bali. Namun, untuk kawasan Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya, tidak boleh masuk KSPN. Menurut Agung Suryawan, cukup diturunkan sampai radius di bawahnya yakni kawasan Putung dan Bukit Jambul. Anehnya, Agung Suryawan malah kompromi dengan KSPN Danau Batur (di Bangli) dan KSPN Bedugul-sekitarnya (di Tabanan), meski di sana juga ada pura besar. Alasannya, kawasan Batur dan Danau Beratan sudah ditetapkan sebagai daya tarik wisata khusus. Agung Suryawan menyebutkan, pihak konsultan yang menetapkan KSPN Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya adalah orang yang tidak punya idealisme untuk Bali dan umat Hindu. “Kecurigaan-kecurigaan itu harus ada. UNESCO saja kita tolak menjadikan Besakih sebagai kawasan konservasi.

Siapa yang jamin konsultan nasional itu punya idealisme dan itikad baik untuk Bali?” tanya Agung Suryawan. Beda lagi pandangan Petajuh MUDP Bali, Dewa Gede Ngurah Swastha. Tokoh adat yang juga akademisi ini menegaskan, dalam pembuatan peraturan dan perundang-undangan, mengacu dengan nilai filosofis dan sosiologis. “Jangankan Gubernur atau Menteri, Presiden SBY saja tidak akan berani kalau desa pakraman dan PHDI menolak. Jangan coba-coba,” ujar Ngurah Swastha. “Desa Pakraman berhak mengawasi pawongan, palemahan, dan parahyangan. Soal KSPN ini, saya rasa SBY juga ada di situ. Bagi kami, kesukertan (kesejahteraan dan ketenteraman) itu paling utama. Bentuk tim kalau memang mau tolak KSPN, ajukan yudicial review. Itu lebih bagus daripada ribut-ribut di koran,” ujarnya.


Sebaliknya, Ketua Komisi I DPRD Bali Made Arjaya melihat pro dan kontra soal KSPN Besakih ini kental muatan politiknya. “Saya mohon maaf Pak Agung Suryawan yang akademisi. Sebagai orang politik, saya melihat kisruh KSPN ini kental muatan politiknya. Entah siapa yang menunggangi dan ditunggangi, yang jelas kenapa baru sekarang ribut soal KSPN di media? Padahal, barangnya sudah jadi pada 2011, dua tahun lalu,” papar politisi militan PDIP ini. “Ada kepentingan apa ini? Yang jelas, KSPN ini pertentangan entah memang murni dibangun oknum atau tidak. Kenapa baru dikeluarkan setelah Pilgub 2013? Kami berpikiran sederhana saja, soal KSPN ini sudah ada Perda Nomor 16 Tahun 2009 tentang tata ruang. DPRD dan Gubernur akan menegakkan ini. Kawasan yang diatur RTRW ini tidak bisa diotak-atik,” lanjut Arjaya.
Hal tersebut langsung ditanggapi Ketua Sabha Walaka PHDI Pusat Putu Wirata Dwikora yang juga Ketua Bali Coruuption Watch (BCW). Menurutnya, bukan tanpa alasan kalau PHDI menolak KSPN Besakih. “Kami menunggu 2 bulan aspirasi masyarakat dan masukan tokoh umat.

Kami berbicara sekarang tidak ada yang menunggangi. Kami juga tidak mau terseret konflik Gubernur dengan salah satu media,” tandas Wirata. Menurut Wirata, dalam 11 KSPN di Bali, Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya supaya dikecualikan. “Ini setelah kami bicara dengan para sulinggih. Kami juga akan tegas supaya tegakkan Perda RTRW dan bhisama soal 10 KSPN yang lain,” ujar Wirata. Pernyatan Wirata didukung Ketua Sabha Walaka PHDI Bali, Prof Made Bhakta. Mantan Rektor Unud ini meminta Besakih-Gunung Agung dan sekitarnya dikeluarkan dari 11 KSPN. “Kami harap Gubernur dan DPRD Bali supaya memohon revisi kepada Presiden. Yang direvisi bukan PP 50 Tahun 2011, tapi cukup lampirannya,” ujar Prof Bhakta.

Sementara itu, Dekan Pariwisata Unud Drs. Putu Anom,M.Par berpendapat agar penataan pura jangan melibatkan investor. Menurutnya, APBD Provinsi dan Kabupaten/Kota bisa membiayai pemeliharaan pura yang tersebar di seluruh Bali. Sebab kalau melibatkan investor, diyakini akan rentan terjadi alih fungsi. Dia juga mengusulkan agar tempat suci benar-benar steril sebagaimana di negara-negara lain. Dia juga mengaku risih saat sembahyang ada wisatawan berseliweran, terutama pura yang berada di tepi pantai.

Bendesa Pakraman Besakih Wayan Gunatra meminta adanya upaya pemerintah mempertahankan radius kesucian pura dan tanah-tanah sekitarnya agar tidak beralih ke pihak yang ingin memanfaatkan demi kepentingan dan keuntungan pribadi. Sebab, banyak tanah di sekitar areal pura merupakan milik pribadi dan saat ini banyak menjadi incaran. ''Bahkan ada informasi tanah di atas Pura Besakih ditawar Rp 100 juta per are. Jadi kami minta masalah ini diperhatikan. Kalau bisa 500 meter radiusnya dibebaskan oleh pemerintah sebagai tanah milik pura, sebab sejauh ini di sana merupakan tanah milik pribadi,'' tuturnya.


Setelah menyimak berbagai pendapat yang mengemuka, Gubernur mengajak semua pihak untuk mengembalikan fungsi pura sebagai tempat sembahyang, bukan sebagai daya tarik pariwisata. Karena sesuai Bhisama, leluhur kita membangun pura memang untuk tempat sembahyang, bukan untuk yang lain. Hal tersebut berlaku untuk semua pura, bukan hanya Pura Agung Besakih. “Semua pura adalah tempat suci, kenapa harus dibeda-bedakan,” ujarnya.

Menindaklanjuti keputusannya ini, Gubernur telah mengintruksikan kepada instansi terkait, dalam hal ini Dinas PU untuk menginventarisir kondisi fisik bangunan pura Sad Kahyangan dan Dang Kahyangan untuk bisa dilakukan pembenahan. Dia berharap, komitmen ini dipegang teguh oleh semua pihak agar kesucian pura tetap terjaga.

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com