Orientasi Kehumasan : Ketika ”Tangkil” di Pura Parahyangan Agung Jagat Karta di Gunung Salak (Bag-3 Habis) - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

5/25/17

Orientasi Kehumasan : Ketika ”Tangkil” di Pura Parahyangan Agung Jagat Karta di Gunung Salak (Bag-3 Habis)


Bogor, Dewatanews.com — Sebagai rangkaian pelaksanaan kegiatan Orientasi Kehumasan Pemerintah Kabupaten Buleleng di wilayah Kabupaten Bogor dan Kota Tangerang Selatan, pada hari terakhir mengagendakan melakukan persembahyangan di Parahyangan Agung Jagat Karta, Bogor.
 
Kegiatan perjalanan spiritual ini dilaksanakan setelah agenda pokok ke Pemerintah Kota Tangerang Selatan, Selasa (23/05) sore, sehingga acara persembahyangan tepat waktunya saat Tri Sandya.
 
Rombongan peserta Orientasi Kehumasan Pemkab Buleleng yang dipimpin Asisten III Setda Buleleng Ketut Asta Semadi sampai di lokasi Parahyangan Agung Jagat Karta, langsung menuju kamar mandi. Setelah bersih diri dan mengenakan pakaian adat, langsung melakukan persembahyangan di pelataran Pelinggih Ratu Batara Dalem Ped di jaba tengah.
 
Acara persembahyangan bersama ini dipimpin oleh Jro Mangku Gede Suardika. Selanjutnya ke jeroan Pura Parahyangan Agung Jagat Karta melakukan persembahyangan bersama diawali dengan ”ngoncarang” Puja Tri Sandya.
 
Parahyangan Agung Jagat Karta sebenarnya memenuhi semua aspek dalam daftar saya untuk dijadikan sebuah obyek tulisan yang sangat menarik. Berbagai hal yang saya lihat ketika berkunjung kesini, seharusnya dapat dijadikan bahan tulis yang sangat menarik. Sebagai contoh dari hal-hal yang saya lihat
 
Keindahan Pura Parahyangan Agung Jagat Karta
Pura Parahyangan Agung Jagat Karta yang artinya “Tempat yang indah dan mulia istana Tuhan Yang Maha Agung” ini sangat indah. Pura ini memiliki banyak kesamaan dengan berbagai pura yang ada di Bali. Dengan berdiri di halamannya saja bak terasa sekejap berada di Bali.
 
Hal ini sebenarnya tidak mengherankan mengingat tokoh-tokoh agama Hindu di Indonesia termasuk dari Bali turut serta di dalam pembangunannya. Tokoh-tokoh tersebut terlibat dalam menentukan lokasi pura. Mereka juga memberikan kontribusi menentukan tata letak bagian-bagiannya dan pada akhirnya pada saat peresemiannya.
 
Lokasi Pura
Lokasi Pura Parahyangan Agung Jagat Karta yang berada di kaki gunung Salak, tepatnya di desa Warung Loa, Ciapus Kabupaten Bogor pun seharusnya merupakan sebuah hal lain yang seharusnya menjadi alasan pendorong. Gunung Salak dengan keindahan alamnya, suasana sejuknya dan yang pasti termasuk dalam wilayah Bogor merupakan sumber dari banyak tulisan yang sudah dan akan ada di masa lalu dan masa depan.
 
Apalagi ketika mengunjungi Pura Parahyangan Agung Jagat Karta ini, saya sendiri merasakan bagaimana suasana disana. Terasa sekali nikmatnya hawa pegunungan gunung “Perak” ini dan sejuknya mata melihat panoramanya. Tentu bila diberi judul “Sebuah Parahyangan di kaki gunung Salak”.
 
Parahyangan Agung Jagat Karta sendiri bisa diartikan sebagai “Tempat yang Indah dan Mulia Istana Tuhan Yang Maha Agung” sehingga dengan memberikan judul seperti itu rasanya akan menarik banyak pembaca.
 
Mitos yang meliputi Pura Parahyangan Agung Jagat Karta
Sejak berdirinya pura ini, banyak cerita berkembang dari mulut ke mulut yang berkaitan dengan hubungan antara pemilihan lokasi dengan Raja Pakuan Pajajaran.
 
Hal ini menjadi menarik, karena salah satu sisi kebanggaan dari masyarakat Bogor dan Sunda, terutama adalah tentang kaitannya dengan kebesaran Kerajaan Pakuan Pajajaran. Kebanggaan ini timbul mengingat, menurut sejarah, Bogor adalah dulunya adalah ibukota dari kerajaan yang berdiri abad 11 sampai 16 tersebut. Walaupun Pakuan Pajajaran adalah sebuah kerajaan Hindu dan bukan Islam , agama yang banyak dianut masyarakat Sunda di Bogor, tetap saja tidak menyurutkan rasa bangga.
 
Kaitannya antara lokasi Pura Parahyangan Agung Jagat Karta dan kerajaan Pakuan Pajajaran, menurut cerita tersebut, ada pada diri seoramg raja yang paling terkenal dari kerajaan Hindu di tanah Sunda tersebut. Nama raja tersebut adalah Prabu Siliwangi yang menurut cerita adalah seorang yang sakti mandraguna dan sangat digjaya. Pada masanya dianggap kerajaan Pakuan Pajajaran mencapai puncak kejayaannya.
 
Prabu Siliwangi tidak pernah diketemukan makamnya dan menurut berbagai versi, memang tidak akan pernah ditemukan. Alasannya karena sang prabu telah ber-Moksa alias pergi ke surga dengan membawa raganya.
 
Nah disitulah kaitan antara lokasi Pura Parahyangan Agung Jagat Karta. Menurut cerita, lokasi dimana pura tersebut berdiri adalah tempat dimana sang prabu menghilang beserta seluruh pasukan tempurnya.
 
Bisa anda bayangkan sebuah judul yang menarik kalau memakai sudut pandang ini. Bisa banyak sekali pilihan. Kalau saya akan memilih judul “Prabu Siliwangi di Pura Parahyangan Agung Jagat Karta”. Menurut anda?
 
Hanya sayangnya, sekali lagi sayang, ada satu sisi dalam diri saya mengatakan sesuatu hal. Hal yang mungkin orang lain menganggapnya sebagai hal sepele, tetapi menurut saya itu adalah hal yang penting. Hal itu terangkum dalam hanya sebuah kalimat “Pura Parahyangan Agung Jagat Karta” adalah sebuah TEMPAT IBADAH“.
 
Apakah hal tersebut penting? Sangat! Sebagai juga salah seorang umat beragama, tentu sangat tidak nyaman ketika melihat tempat ibadah yang biasa kita pakai untuk berfoto ria, kedatangan pengunjung dengan pakaian yang kurang sopan, atau orang yang hanya celingak celinguk sambil ngobrol dan hal-hal yang biasa turis lakukan.
 
Apapun agamnya, coba tanyakan diri kita sendiri apakah kita akan bisa beribadah dengan tenang dengan orang tak dikenal ngobrol, cekikikan dan berselfie. Bisakah khusyuk dengan banyaknya orang yang berlalu lalang hanya untuk melihat-lihat. Saya rasa anda tahu jawabnya.
 
Itulah alasan saya . Kalau tulisan saya menarik maka biasanya pembaca akan juga ingin tahu seperti apa Pura Parahyangan Jagat Karta itu. Pada akhirnya mereka mungkin akan berdatangan hanya untuk melihat-lihat, persis seperti beberapa turis yang datang. Semakin banyak yang datang tentu akan semakin banyak gangguan bagi yang sedang beribadah di pura ini.
 
Itu yang saya tidak mau terjadi. Untuk itulah tulisan ini saya buat. Saya tetap harus menulis sesuatu tentang Pura Parahyangan Agung Jagat Karta, karena tanpa menulis tentang tempat akan ada kekosongan besar dalam diri versi saya. Hal tersebut tidak boleh terjadi. Oleh karena itu saya mengambil sudut pandang yang harus bermula pada pemahaman, bahwa Pura Parahyangan Agung Jagatkartta dan berbagai macam tempat ibadah adalah “BUKAN TEMPAT WISATA”. 

Made Tirthayasa.—

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com