Paradiso di Ubud: Pameran Enam Perupa Bali Ungkap “Surga” yang Kian Compang-Camping - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

12/5/25

Paradiso di Ubud: Pameran Enam Perupa Bali Ungkap “Surga” yang Kian Compang-Camping


Gianyar, dewatanews.com — Museum Agung Rai (ARMA) Ubud akan membuka pameran bertajuk “Paradiso” pada Jumat, 5 Desember 2025. Pameran ini menghadirkan enam perupa Bali yang menyuarakan kegelisahan terhadap pergeseran citra “pulau surga” yang kini dinilai kian memudar.

Direktur Museum ARMA, Agung Gede Yudi Sadona, menyebut pameran ini lahir dari proses panjang—bermula dari mengenal karya para seniman, berdiskusi, hingga membaca realitas kekinian Bali yang digerus dinamika pariwisata dan budaya. “Ini ruang kreatif yang harus diisi orang kreatif, dan mereka sanggup,” ujarnya.

Pameran ini dikurasi oleh Arya Suhaja, yang memaknai “Paradiso” bukan dari khazanah Bali, melainkan dari paradigma lama abad ke-18—tentang surga dan neraka berlapis, tentang dunia bawah dan atas sebagai tujuan manusia. Namun dalam konteks kini, tema itu justru memantulkan keadaan Bali yang menurutnya “compang-camping”.

Arya menjelaskan, perjalanan seniman adalah proses “terlahir dua kali”—melalui pendidikan seni dan penempatan diri dalam sejarah. Karena itu, karya-karya dalam “Paradiso” tidak lagi sekadar memproduksi keindahan, melainkan membongkar realitas yang selama ini disembunyikan di balik citra Bali sebagai surga.

Salah satu perupa, I Ketut Sudiarta, merefleksikan situasi Bali hari ini lewat simbol-simbol multitafsir bernuansa gelap. Menurutnya, tema surga muncul dari hasil diskusi dengan kurator dan menjadi cara membaca fenomena Bali dalam perspektif seniman.

Seniman senior Wayan Santrayana menampilkan tiga karya bertema pornografi, mengartikan senggama sebagai “surga sesaat” bagi manusia. Ia menyoroti pergeseran nilai dari unsur “ang–ah” yang sebelumnya disucikan, kini tereduksi menjadi sekadar bahasa tubuh. Santrayana juga menyinggung simbol “surga di telapak kaki ibu” yang menurutnya kini semakin diremehkan, menggambarkan Bali yang lelah oleh eksploitasi.

Perupa Kabul mengangkat lebah sebagai metafora Bali—makhluk kecil yang membawa madu sekaligus racun. Dualitas ini, katanya, mencerminkan kondisi Bali dan dunia yang dipenuhi campur tangan manusia berlebihan hingga menimbulkan ketimpangan.

Sutarjaya menghadirkan karya dari inspirasi masa kecil, khususnya tarian Bali yang dulu dikagumi namun kini dianggap tak lagi menarik bagi generasi muda. Lewat goresan spontan, ia mencoba merekam keanggunan penari yang menurutnya kini “mulai redup sinarnya”.

Sementara itu, I Made Gunawan membawa tema alam dan keharmonisan. Ia menegaskan, kerusakan lingkungan yang terus terjadi menunjukkan ketidakmampuan manusia menjaga Bali. 
“Tipu daya pada alam hanya akan menghancurkan Bali,” katanya.

Perupa Budayana memilih pendekatan penuh warna untuk menggambarkan sisi gelap Bali. Ia menilai “surga” yang dijual selama ini sedang tidak baik-baik saja, dan kondisi itu makin diperburuk oleh kerusakan alam dan dinamika sosial yang tidak menemukan solusi.

Lewat “Paradiso”, para seniman sepakat bahwa Bali bukan lagi gambaran surga yang utuh. Realitas pariwisata, budaya, hingga lingkungan yang terus menurun tercermin dalam setiap karya. Pameran ini sekaligus menjadi peringatan, bahwa di balik baliho pariwisata yang megah, ada kegelisahan yang tak lagi bisa ditutup-tutupi. Pameran “Paradiso” akan berlangsung di Museum ARMA Ubud mulai 6 Desember 2025.

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com