* Independensi Media dan Wartawan Amplop Jadi
Sorotan
Klungkung,
Dewata News.com –
Media sebagai salah satu dari empat pilar pembangunan, membuat Pemerintah
Provinsi Bali, digagas Biro Humas dan Protokol melakukan gebrakan dengan
menggelar program literasi media.
Program untuk mendekatkan pemerintah, media
dan masyarakat dirancang empat kali setahun dengan melibatkan para tokoh media,
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Cabang Bali dan Komisi Penyiaran Indonesia
Daerah (KPID) Bali.
Pada Literasi Media 2015, di Klungkung
yang kedua setelah Bangli, dipusatkan di SMAN 2 Klungkung, Rabu (10/06) menampilkan tiga narasumber yakni PWI Bali
diwakili Emanuel Dewata Oja, KPID, Anak Agung Gede Rai Sahadewa dan tokoh media
yang juga Pemimpin Umum Pos Bali, Made Nariana. Literasi yang dipandu Dewa
Ardana juga dihadiri Kabag Pengumpulan dan Pengolahan Informasi, I Made Rentin
mewakili Karo Humas dan Protokol Pemprov. Bali.
Leterasi yang berlangsung hangat dan
penas tersebut, menurut Kabag Pengumpulan dan Pengolahan Informasi, Made Rentin
bertujuan untuk membangun masyarajat cerdas, pers berkualitas. Untuk itu
pihaknya juga mengajak masyarakat memanfaatkan media sekaligus mensuport
melahirkan pemberitaan yang maksimal dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan
mendukung pembangunan.
Menariknya, dalam sesi dialog para peserta
yang terdiri dari para tokoh masyarakat, pemuda, guru-guru dan siswa tersebut,
banyak menyoroti independensi media, kecilnya gaji wartawan dan wartawan
amplop.
Susiamoko, seorang guru di SMAN 2 Klungkung
mempertanyakan terjadi budaya amplop bagi wartawan. Baginya, pemberian amplop
kepada wartawan sah-sah saja, sebagai ucapan terimakasih atas pemberitaan yang
bagus. Namun demikian, budaya itu terjadi akibat belum mampunya lembaga media
memberikan kesejahteraan kepada wartawannya.
Terhadap pertanyaan ini, Nariana yang juga
mengelola media Pos Bali itu tidak
menampik masih adanya wartawan amplop. Hal ini dipertegas oleh Emaunuel Dewata
Oja, yang juga seorang Pemred disalah satu media di Bali. Bagi kedua narasumber
ini, sepanjang wartawan tidak memeras, pemberian amplop itu sah-sah saja.
“Kalau wartawan itu memeras, sesuai dengan
kode etik jurnalistik itu semua ada sanksinya. Silahkan masyarakat bila
menemukan wartawan seperti laporkan saja,” tegas Emanuel.
Pihaknya juga mengungkapkan saat ini
menjelaang berlakunya Masyarakat Ekonomi Asean (MEA), wartawan diwajibkan
memiliki tiga kartu yakni Kartu Pers yang dikeluarkan oleh medianya
masing-masing, Kartu Pers dari PWI dan Kartu lulus Kompetesi. “Nara sumber bisa
saja menanyakan indentitas wartawan, kalau tidak memiliki kartu itu bisa
ditolak,” tegas Emanuel.
Nariana juga menjelaskan bila ada media
yang tidak independensi dengan memberitakan kejelekan sebuah lembaga atau
pemimpin terus menerus, semua itu diserahkan kepada masyarakat yang menilai.
Selain itu juga, bila ada media yang mengharuskan sebuah berita membayar, itu
adalah media yang tidak sehat. “Baik buruknya sebuah media itu tergantung
penilaian masyarakat,” tegas Nariana. (DN~HuM).—

No comments:
Post a Comment
Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.
Terimakasih
www.dewatanews.com