72 Tahun PWI, di Buleleng ”Mati Suri” Tanpa Program Kerja? - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

1/25/18

72 Tahun PWI, di Buleleng ”Mati Suri” Tanpa Program Kerja?


Persatuan Wartawan Indonesia selanjutnya dikenal dengan nama PWI adalah organisasi profesi wartawan pertama di Indonesia.  PWI berdiri pada 9 Februari 1946 di Surakarta bertepatan dengam Hari Pers Nasional. PWI beranggotakan wartawan yang tersebar di seluruh Indonesia. Saat ini PWI dipimpin oleh Margiono selaku ketua umum yang menjabat sejak 2013 hingga 2018.

Berdirinya organisasi PWI menjadi awal perjuangan Indonesia dalam menentang kolonialisme di Indonesia melalui media dan tulisan.  Setelah berdirinya PWI, organisasi serupa juga didirikan. Organisasi tersebut adalah Serikat Penerbit Suratkabar atau SPS pada 8 Juni 1946.  Serikat Penerbit Suratkabar mengganti namanya menjadi Serikat Perusahaan Pers pada 2011, bertepatan dengan hari jadi SPS yang ke-65. Kepentingan untuk mendirikan SPS pada waktu itu bertolak dari pemikiran, bahwa barisan penerbit pers nasional perlu segera ditata dan dikelola, dalam segi idiil dan komersialnya, mengingat saat itu pers penjajah dan pers asing masih hidup dan tetap berusaha mempertahankan pengaruhnya. Karena jarak waktu pendiriannya yang berdekatan dan memiliki latar belakang sejarah yang serupa, PWI dan SPS diibaratkan sebagai "kembar siam" dalam dunia jurnalistik.

Di Ulang Tahun ke-72 tanggal 9 Februari 2018 nanti, sudah semestinya insan wartawan yang tergabung dalam organisasi PWI bisa terketuk hatinya dengan sejarah kelahiran PWI di era perjuangan bangsa Indonesia mempertahankan Kemerdekaan RI, Insan pers saat ini dituntut mengisi Kemerdekaan dengan memahami nilai-nilai perjuangan para pejuang, termasuk pejuang pers. Sebagai anggota PWI, terlebih sebagai pengurus dituntut mengedepankan kepentingan organisasi, diluar organisasi kewartawanan tanpa dasar hukum yang jelas dan pasti.

Khusus di kabupaten belahan Utara pulau Dewata, kelahiran PWI mengalami waktu cukup panjang. Korps Wartawan Singaraja (KWS) merupakan embrio dari berdirinya PWI Buleleng. Cikal bakal kelahiran PWI Perwakilan Buleleng didukung dengan adanya lima orang anggota Biasa yang tergabung dalam keanggotaan PWI Cabang Bali dan satu-satunya media, yakni RRI Studio Singaraja.

Adalah Harun Daeng Malino, Gede Mardika Wijaya, Putu Mangku, Gafar Makaramah, maupun Thamrin Makaramah serta Made Tirthayasa yang bisa disebut cikal bakal KWS menuju PWI Perwakilan (Persiapan) terus berjuang dan berjuang mewujudkan PWI Perwakilan. Terjalinnya hubungan harmonis KWS yang kemudian dilanjutkan PWI Perwakilan (Persiapan)  dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Buleleng menjadi modal dasar kekuatan PWI di Buleleng. Jalinan harmonis dan terintegrasi juga tercipta dengan Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Buleleng. Terlebih memiliki tanggal kelahiran yang sama, yakni 9 Februari. Sehingga tak berkelebihan peringatan hari ulang tahun PWI dan PHRI di Buleleng seiring sejalan dengan berbagai kegiatan. Hubungan secara organisasi PWI dan PHRI bagaikan bumi dan langit.

Saya pribadi yang meneruskan perjuangan organisasi kewartawanan KWS menjadikan PWI Perwakilan (Persiapan) Buleleng. Sebagai Ketua PWI Perwakilan (Persiapan) Buleleng didampingi Sekretaris Ida Putu Karmaya dibantu Made Suharta mampu mewujudkan Sekretariat PWI Buleleng, sekaligus sebagai Balai Wartawan.

Sebagai Sekretariat dan Balai Wartawan PWI Buleleng satu atap dengan Mawil Hansip Buleleng saat itu diresmikan bertepatan dengan HUT PWI oleh Bupati Buleleng Drs.Ketut Wirata Sindhu didampingi Ketua PWI Cabang Bali Made Nariana.

Cukup lama memang dalam perjalanan kepengurusan dua tahun, PWI Perwakilan (Persiapan) Buleleng menempati Balai Wartawan dengan menempatkan seorang tenaga honor I Gusti Ayu (putri alm.Gusti Lanang Geria).

Namun sangat disayangkan, justru setelah resmi PWI Perwakilan Buleleng dipimpin Drs.Putu Sudana almarhum, ternyata gedung Sekretariat PWI Buleleng plus Balai Wartawan itu ketika diambil alih oleh Pemkab Buleleng, tidak diperjuangkan untuk pengganti tempat lainnya. Dan kini Balai Wartawan yang tertulis besar dan mencolok oleh perupa Made Hardika itu tinggal kenangan, karena sudah menjadi Kantor Kelurahan Banjar Bali.

Miris memang, ketika konferensi perwakilan PWI Buleleng di Hotel Bali Taman, Tukadmungga (Lovina), sehingga dipilih Putu Sudana. Kenapa? Karena Ketua Cabang PWI Bali, Djesna Winada saat itu menyatakan, bahwa Made Tirthayasa karena sudah dua periode memimpin PWI Perwakilan (Persiapan), sehingga tidak bisa melanjutkan kepemimpinan.  Padahal kepengurusan PWI Perwakilan (Persiapan) Buleleng tanahnya internal tanpa melalui surat keputusan, baik dari PWI Pusat maupun PWI Cabang Bali. Tapi itu sudah puluhan tahun berlalu.

Sejak kepemimpinan PWI Perwakilan Buleleng dikendalikan Putu Sudana selaku Ketua, tanpa adanya tempat berkumpul sebagai secretariat. Sehingga sampai saat ini selamanya ”numpang” di RRI Singaraja.

Begitu pula setelah pergantian kepengurusan PWI Perwakilan Buleleng dibawah pimpinan Drs.Nyoman Suasthawan. Bahkan, hingga stagnasi 2 tahun lebih untuk menghasilkan kepengurusan baru, hingga PWI Perwakilan berubah menjadi PWI Kabupaten Buleleng.

Melalui musyawarah perwakilan yang diselenggarakan di Warung Makan Ranggon Sunset, Pantai Penimbangan, PWI Buleleng berhasil menetapkan Putu Ngurah Aswibawan sebagai Ketua, di samping program kerja tiga tahun mendatang. Namun harus diakui secara jujur, bahwa PWI Kabupaten Buleleng sampai saat ini belum mampu merealisir program kerja yang ditetapkan pada musyawarah perwakilan. Dengan arti kata lain ”PWI Buleleng Mati Suri?”

Di era kepengurusan PWI Kabupaten Buleleng dipimpin sang Ketua, Putu Ngurah Aswibawan didampingi Sekretaris Ketut Wiratmaja, pada tahun 2016 oleh PWI Provinsi Bali dipercaya menjadi penyelenggara puncak acara peringatan Hari Pers Nasional (HPN) dirangkaikan HUT PWI yang digelar di Gedung Kesenian Gde Manik Singaraja.

Acara yang dirangkaikan dengan hari ulang tahun PWI itu dihadiri unsur birokrasi, penggiat pers serta kalangan pelajar dan pramuka di Pulau Dewata.

Ketua PWI Bali, IGMB Dwikora Putra mengatakan, pelaksanaan HPN dan HUT PWI di Pulau Dewata dilakukan secara bergiliran di beberapa kabupaten.

Patut dipahami dan direnungkan, memperingati HUT PWI dan HPN bukan saja sebagai potong tumpeng saja, tetapi juga sebagai momentum bagi para penggiat pers di Bali untuk lebih dekat kepada masyarakat utamanya yang berada di daerah ini.

Selain itu juga sebagai sarana mendekatkan diri kalangan penggiat jurnalistik menjalin komunikasi intensif dengan pemerintah daerah (pemda) di daerah.

Memperingat HPN di daerah, hendaknya mampu merangsang rekan pers melirik permasalahan permasalahan pembangunan di daerah, bukan hanya satu arah saja yakni di Singaraja, tetapi juga semua daerah. Apalagi saat ini era otonomi daerah, sehingga sangat penting menjalin komunikasi intensif dan berkesinambungan dengan pemerintah daerah.

Pada zaman sekarang, dimana era reformasi mendorongsangat berbagai kalangan gencar membuat media karena regulasi sangat muda berimplikasi pada perilaku wartawan di lapangan yang dinilai masih banyak yang tidak sesuai dengan kode etik jurnalistik.

Oleh karena itu, sudah semestinya anggota jeli mengamati dan wartawan menghindari hal hal yang tidak diinginkan yang dapat mencederai citra pers.

Selaku salah satu pegiat pers di Buleleng khususnya, menyampaikan rasa bangga dan terima kasih  kepada Pemda Kabupaten Buleleng yang sudah memberikan apresiasi kepada insan pers dan vibrasi positif mengenai pembangunan di Bali Utara. Made Tirthayasa.—

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com