Makna Hari Kuningan bagi Umat Hindu - Dewata News

Breaking News

Gold Ads (1170 x 350)

4/15/17

Makna Hari Kuningan bagi Umat Hindu


Buleleng, Dewata News.com — Hari kuningan merupakan hari suci agama Hindu yang dirayakan setiap 6 bulan atau 210 hari sekali, dalam kalender Bali tepatnya pada Saniscara Kliwon Wuku Kuningan., 10 hari setelah hari raya Galungan. Hari Kuningan merupakan hari resepsi bagi hari Galungan sebagai kemenangan dharma melawan adharma yang pemujaannya ditujukan kepada para Deva dan Pitara agar turun melaksanakan pensucian serta mukti, atau menikmati sesajen-sesajen yang dipersembahkan.
 
Karena itulah, perayaan Kuningan di Kota Singaraja, Kabupaten Buleleng, Bali khususnya tidak jauh berbeda dengan Hari Raya Galungan. Sejak pagi umat Hindu sudah ke  sanghgah / mrajan, maupun Pura Kawitan (Pura Keluarga) masing-masing menghaturkan sesajen mengiringi persembahyangan bersama maupun diri-diri bersama keluarga.
 
Kemenangan dharma atas adharma yang telah dirayakan setiap Galungan dan Kuningan hendaknyalah diserap dan dilaksanakan dalam kehidupan sehari-hari. Dharma tidaklah hanya diwacanakan tapi dilaksanakan.
 
Dalam kitab Sarasamuccaya (Sloka 43) disebutkan keutamaan dharma bagi orang yang melaksanakannya yaitu : “Kuneng sang hyang dharma, mahas midering sahana, ndatan umaku sira, tan hanenakunira, tan sapa juga si lawanikang naha-nahan, tatan pahi lawan anak ning stri lanji, ikang tankinawruhan bapanya, rupaning tan hana umaku yanak, tan hana inakunya bapa, ri wetnyan durlaba ikang wenang mulahakena dharma kalinganika”.
 
Artinya: Adapun dharma itu, menyelusup dan mengelilingi seluruh yang ada, tidak ada yang mengakui, pun tidak ada yang diakuinya, serta tidak ada yang menegur atau terikat dengan sesuatu apapun, tidak ada bedanya dengan anak seorang perempuan tuna susila, yang tidak dikenal siapa bapaknya, rupa-rupanya tidak ada yang mengakui anak akan dia, pun tidak ada yang diakui bapa olehnya, perumpamaan ini diambil sebab sesungguhnya sangat sukar untuk dapat mengetahui dan melaksanakan dharma itu.
 
Di samping itu pula dharma sangatlah utama dan rahasia, hendaknyalah ia dicari dengan ketulusan hati secara terus-menerus..
 
Penyelenggaaraan upacara Kuningan disyaratkan supaya dilaksanakan semasih pagi dan tidak dibenarkan setelah matahari condong ke barat. Ini di karenakan Pada Hari Raya Kuningan, Ida Sanghyang Widhi Wasa memberkahi dunia dan umat manusia sejak jam 00 sampai jam 12. Jadi di saat itu sangat tepat kita datang menyerahkan diri kepada-Nya mohon perlindungan.
 
Pada hari itu dibuat nasi kuning, lambang kemakmuran dan dihaturkan sesajen-sesajen sebagai tanda terimakasih dan suksmaning idep kita sebagai manusia (umat) menerima anugrah dari Hyang Widhi berupa bahan-bahan sandang dan pangan yang semuanya itu dilimpahkan oleh beliau kepada umatNya atas dasar cinta-kasihnya. Itulah makna Hari Kuningan bagi umat Hindu.
 
Melalui perayaan ini umat juga dituntut selalu ingat menyamabraya, meningkatkan persatuan dan solidaritas sosial. Selain itu, melalui rerahinan Kuningan, umat diharapkan selalu ingat kepada lingkungan, sehingga tercipta harmonisasi alam semesta beserta isinya. Tujuan pelaksanaan upacara Kuningan ini adalah untuk memohon kesentosaan, kedirgayusan serta perlindungan dan tuntunan lahir dan batin leluhur mereka yang telah meninggal. Itulah makna Hari Kuningan bagi umat Hindu.
 
Khusus bagi umat Hindu di wilayah Desa Adat Pakraman Buleleng, setelah Kuningan diselenggarakan Piodalan di Pura Dalem yang jatuh pada hari Umanis Kuningan, Minggu (16/04). Namun, bagi krama yang akan nangkilang Lina atau Hyang Kompiang diberi kesempatan maturan suci sehari sebelum puncak piodalan, seperti yang disaksikan hari Sabtu (15/04) siang.
 
Tanpa mengenal panasnya terik matahari, warga krama pemedek nangkilang Lina atau Dewa Hyang Kompiang beredesakan masuk ke jeroan Pura Dalem, setelah hampir setengah jam menunggu di depan paduraksa.
 
Mangkin membludaknya warga krama nangkilang Lina atau Hyang Kompiang yang berdatangan sejak jam 08.00 Wita membuat pihak panitia, khususnya warga penyungsung/pengempon memberlakukan buka tutup pintu. Bahkan, acara nedunang Lingga Batara yang sedianya diagendakan pukul 08.00 Wita ditunda hingga puncak upacara, Minggu pagi karena sejak jam itu krama pemedek sudah ngrangsek di Pura Dalem. (DN ~ TiR).

No comments:

Post a Comment

Redaksi DEWATA NEWS menerima komentar terkait artikel yang ditayangkan di DEWATA NEWS . Isi komentar menjadi tanggung jawab pengirim. Pembaca berhak melaporkan komentar jika dianggap tidak etis, kasar, berisi fitnah, atau berbau SARA. Redaksi DEWATA NEWS akan menilai laporan dan berhak memberi peringatan dan menutup akses terhadap pemberi komentar.

Terimakasih
www.dewatanews.com